Sabtu, 16 Desember 2017

Mengapa Harus "Bom Sederhana" ini(?)


Oleh: Lasog

Mungkin di zaman ini, bom Molotov lebih sering digunakan secara asal-asalan oleh para agen kekerasan amatir. Namun bagi tentara Finlandia yang tengah berjuang mempertahankan kemerdekaan negaranya dari agresi liar Uni Soviet pada musim dingin 1939-1940, bom Molotov adalah senjata taktis dan strategis yang ampuh serta memiliki peran penting dalam banyak perlawanan di Finlandia pada masa itu.

Sejarah penamaan "bom ssederhana" ini pun mempunyai cerita yang unik dan penuh jenaka. Mengapa bisa demikian? Ya, "Molotov” merupakan joke yang diciptakan oleh tentara Finlandia untuk Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Vyacheslav Molotov dan salah satu arsitek Pakta Molotov-Ribbentrop, sebuah kesepakatan non-agresi antara Nazi Jerman dan Uni Soviet yang ditandatangani pada 23 Agustus 1939.

Dua pemain besar ini bersepakat untuk tidak saling menyerang atau saling melemahkan. Hal ini melegitimasi kedua pihak untuk menginvasi negara-negera yang lemah, terutama dipusatkan di sekitar negara-negera skandinavia. Jerman menginvasi Polandia pada 1 September 1939. Dan Soviet menyerbu Finlandia pada 30 November 1939 dan kemudian memulai apa yang kemudian disebut dengan Winter War.

Dalam waktu yang singkat, nama Molotov menjadi bahan lelucon para tentara Finlandia paaca Uni Sovyet menginvasi Finlandia. Terlebih ketika aksi-aksi pemboman jarak jauh terhadap Helsinki, ibu kota Finlandia, dipropagandakan oleh Molotov sebagai bentuk pengiriman bantuan kemanusiaan Soviet bagi orang-orang Finlandia yang saat itu diklaimnya tengah kelaparan akibat krisis politik internal. Bom-bom ini dinamakan secara sarkastik oleh tentara Finlandia sebagai “keranjang-keranjang roti Molotov”.

Dan sebagai balasannya, ketika tentara Finlandia berhasil memproduksi masal bom-bom bakar ini untuk menyerang tank-tank Uni Sovyet, mereka menamakan senjata barunya tersebut sebagai “koktail Molotov”; sebuah kelakar, minuman pelengkap untuk keranjang-keranjang roti Molotov”.

Namun jika kita tarik lebih jauh lagi, bom Molotov ini sebenarnya sudah pernah digunakan dalam Perang Sipil Spanyol 1936 oleh tentara Nasionalis untuk menyerang tank-tank tentara Republik yang berkeliling disepanjang jalan di Spanyol. Namun nama Molotov ini baru diciptakan oleh tentara Finlandia, dan penggunaannya sebagai senjata alternatif bagi pertahanan sipil menyebar secara masif pada Perang Dunia II, terutama banyak digunakan di Inggris untuk menghadapi invasi Jerman.

Hingga Cold War atau Perang dingin berakhir, setidaknya 450.000 botol-botol koktail Molotov sudah diproduksi di Finlandia dan setengah lebih sudah digunakan untuk membakar sedemikian banyak aset-aset militer Soviet, baik tentara maupun tank. Setidaknya 363.000 tentara Soviet yang menggunakan artileri dan perlengkapan perang yang mendukung harus tewas dan 70.000 tentara Finlandia tewas akibat perlawanan yang menggunakan "bom sederhana" ini yang menggambarkan begitu efektifnya menekan penyerangan Uni Sovyet atas Finlandia.

Soviet memang menang, tetapi dihantui oleh kekalahan secara statistik yang cukup memalukan. Uni Sovyet yang terkenal digdaya dalam bidang militer dan perang harus terlunta-lunta menghadapi Finlandia yang kecil dan bahkan tidak siap untuk berperang tersebut.

Tentu saja bagi Molotov, seorang diplomat berdarah dingin dan kawan dekat Joseph Stalin ini, penyematan namanya ini merupakan sesuatu yang tidak akan bisa ia apresiasi positif, seperti ditulis oleh sejarawan Simon Sebag Montefiore dalam Stalin: The Court of the Red Star. Ironisnya, bom Molotov justru kerap digunakan oleh para demonstran anti-komunis, seperti dalam Revolusi Hungaria pada 1956.

Lalu bagaimana kabar Molotov dinegeri ini? Apakah ia masih berani hadir dalam aksi-aksi protes atau demo? Apakah masih ia mempunyai tempat untuk digunakan sebagai senjata dan pertahanan terbaik daripada memakai senjata semi-otomatis yang digunakan pihak-pihak represi yang dianggap menjaga stabilitas? Sebenarnya bom Molotov juga pernah hadir dalam sejarah Indonesia. Ada tokoh Herman Johannes, pahlawan nasional dan Rektor Universitas Gadjah Mada (1961-1966), yang tercatat sebagai ahli dalam membuat bom Molotov serta agitator dalam serangkaian peledak lain dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949).

Sebenarnya penggunaan Molotov ini sudah sangat sering digunakan pada masa Order lama, Orde Baru atau bahkan pasca Reformasi. Soe Hok Gie, salah satu mahasiswa yang ikut demostran pada masa Orde Baru pernah mencetuskan aksi pelemparan bom Molotov selama masa-masa demonstrasi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) tahun 1966.

Lalu menjadi pertanyaan yang fundamental, Apakah Molotov masih akan hadir dalam semua tindakan perlawanan di negeri ini dari pihak-pihak yang mengaku dirinya "penjaga keamanan" negeri maritim ini? Apakah masih efektifkah "bom sederhana" ini dibandingkan senjata semi-otomatis? Mari Kita kembalikan pada teman-teman yang mempunyai jiwa-jiwa revolusioner dan menganggap insureksi adalah sebuah pertunjukan yang indah seperti halnya perlawanan di negara dimana istilah dan wujud Molotov lahir.

Gender atau Kelas(?): Sebuah Perspektif Feminis-Posmodernis

Oleh: Lasog

Kita memahami dunia ini dengan bahasa dan konsep. Saussure—salah satu linguis terkenal abad 20—kurang lebih menerangkan bahwa suatu konsep hanya memiliki makna secara berkebalikan dengan apa yang tidak dikandung oleh lawannya (paradoks). Jadi kita mamahami semua hal dengan membentuk dalam pikiran kita secara sangat instan dengan cepat menyimpulkan kutub-kutub oposisi: bahagia dan sedih, kaya dan miskin, natur dan kultur...serta daftarnya tanpa akhir. Namun semua hal tersebut terjadi bukan karena secara sadar kita melakukannya. Maka, konsep-konsep seperti diatas tadi jadi punya makna karena hubungan mereka dengan konsep yang lainnya. Dengan demikian, sangatlah penting apa yang kemudian disebut relasi oposisi itu ada. Dan jika kita sentuhkan pada wilayah feminis, mereka akan berpendapat bahwa relasi oposisi terpenting yang ditemukan dalam sistem masyarakat yang menurut anggapan orang awam pada stratifikasi sosial maupun diferensiasi sosial didasarkan hanya karena adanya kelas, namun kubu feminis berpendapat bahwa gender lah yang hadir sebagai relasi oposisi dalam tubuh masyarakat. Iya, gender lebih penting dan krusial daripada kelas, sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa para kaum feminis ini banyak yang bukan seorang Marxis, yang selalu berseteru dan berdebat tentang permasalahan kelas saja. Namun beberapa diantara mereka (baca: feminis) adalah Marxis. maka muncul sebuah pertanyaan, kenapa permasalahan gender begitu penting ketimbang kelas? Ya, karena dalam kelas hanya berbicara tentang identitas sosial-ekonomi, dan hal itu bisa berubah. Sebagai contohnya, seseorang terlahir dalam keluarga miskin, lalu menciptakan sesuatu atau menemukan tambang penuh emas kemudian ia akan jadi kaya raya. Tapi identitas sesksual—seperti yang dimaksud oleh para feminis—seseorang itu tidak tergantikan. Kita semua terkurung dalam gender—terutama perempuan yang selalu didiskreditkan dengan keadaan yang mengamini untuk melemahkan mereka—secara alami dan tidak kita sadari. Kecuali tentunya bagi sejumlah kaum transeksual, baik pria maupun perempuan. Jadi yang menjadi argumen para feminis itu adalah bahwa konflik seksual, konflik antara laki-laki dan perempuan itu lebih penting dan fundamental daripada pertentangan antar kelas sosial-ekonomi yang berbeda. Dan tema tersembunyi dalam relasi oposisi yang terjadi ini—konflik gender—yang paling penting dalam semua sejarah menurut para kaum feminis adalah adanya dominasi dan eksploitasi atau penakhlukan yang dilakukan laki-laki atas perempuan.

Lalu bagaimana hubungan feminis klasik hingga masa modern akhir, yang dulu memperjuangkan hak-hak perempuan? Apakah terdapat hubungannya dengan posmodernisme? Jika ada bagaimana menjelaskan hal tersebut? Pada akhirnya keduanya—feminis dan posmodernis—sama-sama kritik terhadap masyarakat. Kaum posmodernis menyatakan bahwa narasi-narasi tradisional yang sebagian dari kita menyebutnya metanarasi telah memberi legitimasi terhadap institusi-institusi dan tatanan sosial kita tak dapat dipercayakan lagi. Di kubu feminis berpendapat bahwa narasi-narasi ini tersirat bahkan seringkali secara tersurat berifat seksis. Karena secara umum wanita menjadi ibu, orang bisa bilag bahwa identitas dan pemahaman tentang dirinya sendiri sudah sewajarnya bersifat relasional. Anda—yang bukan kaum feminis atau yang tidak mengindahkan derajat perempuan—bahwa kaum hawa dirancang untuk memperoleh identitasnya dengan cara membuat hubungan mereka dengan orang lain, seperti bayi dan anak mereka serta wanita lainnya. Secara temperamen, mereka---kaum feminis—juga menginginkan komunitas dimana anak-anaknya akan tumbuh terasuh dan terlindungi. Dilain pihak, kaum laki-laki mengembangkan pemahaman diri mereka—kaum perempuan—melalui pemisahan dan penjarakan dari dari pihak lain (alienasi).

Jadi bagi kaum feminis-posmodernis, perbedaan antara laki-laki dan perempuan sungguh kontras. Ya. Baik dalam pengertian identitas seksual maupun kekuataan politik yang tumbuh dari perbedaan-perbedaan tersebut. Misalnya Freud—bapak psikoanalisa abad 20—bertanya pada wanita tentang apa yang diinginkan oleh mereka. Freud menyangka bahwa mereka—para perempuan—hanya menginginka penis. Tapi jawabannya ternyata sederhana saja: wanita menginginkan kesetaraan dan keadilan serta adanya rasa kebersamaan untuk membantu mereka mengembangkan diri dan membesarkan anak-anak mereka. Namun itu sangat sulit dicapai dalam dunia yang didominasi oleh laki-laki.

Danish Resistence Movement: Insureksi adalah sikap kepahlawanan yang sebenarnya.

Oleh : Lasog

Pada awal Perang Dunia II, negara-negara Skandinavia—Denmark, Swedia dan Norwegia—menyatakan sikap netral. Itu menandakan bahwa  mereka tidak akan memihak dalam konflik selama Perang Dunia II karena kenangan akan kehancuran pada Perang Dunia I yang masih segar dalam setiap kepala orang Denmark. Pemerintah berasumsi bahwa dengan bersikap netral, warganya akan terhindar dari kengerian krisis baru ini. Namun hal ini tidak terjadi. Suatu pagi, pada tanggal 9 April 1940, pasukan Jerman melintasi demakarsi atau wilayah  perbatasan ke Denmark yang netral, yang secara langsung berarti melanggar perjanjian non-agresi Jerman-Denmark yang ditandatangani satu tahun sebelumnya. Dalam sebuah operasi yang berjalan secara terkoordinasi, kapal-kapal Jerman mulai mengerahkan pasukannya di dermaga di Kopenhagen. Meskipun jumlah yang kalah banyak—kubu Denmark—dan kurang dilengkapi persenjataan, tentara di beberapa bagian negara menawarkan perlawanan; terutama Royal Guard di Kopenhagen dan unit di South Jutland. Pada saat yang sama juga dekat dengan persimpangan perbatasan, salah  satu pesawat Jerman menjatuhkan selebaran Oprop yang terkenal di atas Kopenhagen, yang meminta Denmark untuk menerima pendudukan Jerman dengan damai, dan mengklaim serta mengamini bahwa Jerman telah menduduki Denmark untuk melindunginya melawan Inggris Raya dan Prancis. Kolonel Lunding—salah seorang yang kerja kantor intelijen tentara Denmark—kemudian mengkonfirmasi bahwa intelijen Denmark mengetahui bahwa serangan tersebut akan terjadi pada tanggal 8 atau 9 April dan telah memperingatkan pemerintah jauh-jauh hari sebelumnya. Herluf Zahle—Duta Besar Denmark untuk Jerman—mengeluarkan peringatan serupa yang juga diabaikan oleh pihak Jerman. Sebagai hasil dari transisi peristiwa yang cepat, pemerintah Denmark tidak memiliki cukup waktu untuk secara resmi mengumumkan perang terhadap Jerman.  Akibatnya enam belas tentara Denmark tewas dalam invasi tersebut, namun setelah dua jam perlawanan dilakukan akhirmya pemerintah Denmark mengibarkan bendera putih segera atau menyerah, itu dikarenakan pemerintah Denmark percaya bahwa perlawanan tidak ada gunanya dan berharap dapat menyelesaikan sebuah kesepakatan yang menguntungkan dengan Jerman. Dalam tahun-tahun pertama pendudukan Jerman atas Denmark, orang-orang Jerman sering mengajukan pertanyaan tentang status orang-orang Yahudi Denmark. Namun pemerintah Denmark secara konsisten dan tegas menolak untuk terlibat dalam perdebatan mengenai "pertanyaan Yahudi" karena pemerintah berkeras bahwa tidak ada "pertanyaan Yahudi" di Denmark. Menjadi semakin jelas bagi Berlin—ibukota Jerman—bahwa jika mereka ingin mempertahankan pendudukan yang damai dan menjamin kolaborasi pemerintah Denmark, akan lebih baik jika tidak menekan pemerintah. Sangat jelas bahwa kompromi tidak mungkin dipertanyakan, dan selama pemerintah Denmark menganut kolaborasi, "masalah" itu dikesampingkan. Namun akibat kolaborasi ini, selama tahun-tahun pertama pendudukan, aktivitas perlawanan aktif sedikit jumlahnya dan sebagian besar terdiri dari produksi surat kabar bawah tanah. Kurangnya pertempuran aktif ini membuat Winston Churchill menyebut Denmark sebagai "Pet Pet Hitler".

Baru setelah invasi Uni Soviet berhasil atas Jerman pada tahun 1941, banyak Komunis Denmark membentuk sel-sel perlawanan. Salah satu sel-sel perlawanan yang tumbuh tersebut adalah Kelompok Perlawanan BOPA (Borgelige Partisaner atau Bourgeois Partisan)—merupakan sekelompok gerakan perlawanan Denmark yang beroperasi pada masa pendudukan Denmark oleh Nazi Jerman selama Perang Dunia Kedua. Pada tahun 1942, Partai Komunis Denmark yang dianggap  ilegal  mulai membangun jaringan serta mengorganisir sel-sel sabotase sklala kecil di seluruh negeri, yang sebagian besar dibentuk oleh para veteran—bagian dari brigade sukarela anti-Franco dalam Perang Sipil Spanyol. Namun, karena senjata langka, senjata alternatif yang sering botol kaca, kain, bensin dan korek api atau disederhanakan Molotov serta dilakukan hanya dalam operasi skala kecil. Pada tanggal 25 Januari 1943 sekelompok siswa—yang sebelumnya telah ditolak keanggotaan kelompok perlawanan komunis karena ketidakpercayaan yang dipegang anggotanya terhadap elitisme—membakar persediaan alat komunikasi milik Jerman di Dansk Industrisyndikat di Hellerup menggunakan Molotov. Para siswa selanjutnya diterima ke dalam kelompok, dan ini menyebabkan perubahan nama dari KOPA (Kommunistiske Partisaner, Partisan Komunis) menjadi BOPA. Operasi yang dilakukan pun tumbuh dalam jumlah besar karena individu-individu dengan pemahaman serta pengetahuan tentang kemungkinan target bergabung ke dalam kelompok. Terutama para pemuda yang masih magang dari pabrik besar terbukti berguna dalam mengidentifikasi sasaran yang memasok militer Jerman, dan hal ini mengakibatkan serangan terhadap pabrik seperti Burmeister & Wain dan Riffelsyndikatet pada tahun 1943, Riffelsyndikatet (lagi) dan Global pada tahun 1944 dan Selalu di tahun 1945.

Holger Danske (kelompok Perlawanan)—kelompok ini dibentuk di Kopenhagen pada tahun 1942 oleh lima orang yang telah bertempur di sisi Finlandia selama Perang Musim Dingin. Pada saat ini pekerjaan perlawanan pendudukan membawa banyak risiko karena masyarakat umum masih banyak menentang sabotase dan pemerintah mengikuti kebijakan "kerjasama" atau “kolaborasi” dengan Nazi yang bertujuan untuk menghindari campur tangan Jerman dalam urusan Denmark sebanyak mungkin. Holger Danske, serta banyak sisa perlawanan Denmark, sangat menentang kolaborasi ini dan terus percaya bahwa orang Denmark seharusnya melawan invasi Jerman tersebut. Gunnar Dyrberg ingat dalam bukunya bagaimana dia melihat Danes—salah satu anggota Holger Danske—melakukan perbinvangan yang cukup akrab dengan orang-orang Jerman segera setelah invasi terjadi dan mengutip pecakapan tersebut sebagai salah satu alasan mengapa dia kemudian memutuskan untuk memasuki Holger Danske. Kelompok tersebut disusupi Gestapo dua kali namun karena struktur tubuhnya yang sangat longgar, Holger Danske tidak dapat mengidentifikasi semua anggotanya. Sebanyak 64 anggota dieksekusi oleh Gestapo selama pendudukan. Di antara tindakan sabotase terbesar yang pernah dilakukan oleh Holger Danske adalah meledakkan Arena pada tahun 1943 dan serangan secara sporadis dibeberapa tempat, seperti Burmeister & Wain pada tahun 1944.

Pada sekitar tahun 1942-43, operasi agitasi  dan perlawanan secara bertahap beralih ke tindakan yang lebih keras, terutama tindakan sabotase. Berbagai kelompok oposisi berhasil melakukan kontak dengan BUMN yang mulai membuat persediaan air. Jumlah tetesnya melambat sampai Agustus 1944, namun meningkat di bagian akhir perang. Seiring perang terus berlanjut, penduduk Denmark menjadi semakin bermusuhan dengan orang-orang Jerman. Prajurit yang telah ditempatkan diberbagai tempat  di Denmark telah menemukan sebagian besar penduduknya, meskipun udaranya dingin dan jauh dari dari pusat penduduk, namun kesediaan mereka untuk melawan secara bersama-sama membuat hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik.   Pemerintah telah berusaha untuk mencegah sabotase dan perlawanan keras terhadap pendudukan, namun pada musim gugur tahun 1942 jumlah tindak kekerasan terus meningkat sampai Jerman menyatakan bahwa "wilayah musuh" Denmark untuk pertama kalinya. Setelah pertempuran Stalingrad dan El-Alamein insiden perlawanan, kekerasan dan simbolis, meningkat dengan cepat. Pada tanggal 29 Agustus 1943, SS-General Werner Best mengumumkan darurat militer dan menuntut diterimanya hukuman mati. Pemerintah Denmark, setelah bekerja sama selama tiga tahun, dengan gigih berhenti berfungsi namun menolak untuk mengundurkan diri secara formal untuk mencegah orang Jerman mengambil alih, tanpa melanggar konstitusi Denmark. Namun administrasi Denmark tetap berfungsi. Dalam sebuah langkah untuk menyelamatkan muka, Best memutuskan untuk menindak dan meluncurkan rencana untuk menangkap orang-orang Yahudi. Pada tanggal 8 September, dia mengirim sebuah telegram ke Berlin: "Waktunya telah tiba untuk mengalihkan perhatian kita ke jalan keluar dari pertanyaan Yahudi." Ketika perintah terakhir untuk penggerebekan tersebut tiba dari Berlin pada tanggal 28 September, Best memberi tahu orang kepercayaannya, Georg Duckwitz, bahwa orang-orang Yahudi akan ditangkap dalam dua hari, pada malam antara 1 dan 2 Oktober. Atase maritim Jerman Georg F. Duckwitz membocorkan informasi tersebut ke politisi Denmark dan berita tersebut menyebar seperti api melalui teman, kenalan bisnis, dan orang asing yang ingin membantu. Warga biasa di seluruh negeri menawarkan perlindungan di gereja, loteng, dan rumah pedesaan, dan tempat tinggal. Orang asing yang lengkap mendatangi orang-orang Yahudi di jalan untuk menawarkan kunci ke apartemen mereka. Staf medis menyembunyikan lebih dari 1.000 orang Yahudi di rumah sakit Kopenhagen. Pada malam penggerebekan tersebut, orang Jerman hanya menemukan 284 orang Yahudi dari hampir 8.000 penduduk.

Orang-orang Yahudi diselundupkan keluar dari Denmark dengan mengangkut mereka melalui laut di atas Oresund dari Zealand ke Swedia—kisah ini diceritakan ulang oleh Louis Lowry dalam sebuah karya terbesarnya dalam Novel yang berjudul Menghitung Bintang meskipun karakter-karakternya ia ganti dengan banyak nama samaran. Beberapa diangkut dengan kapal nelayan besar, tapi ada pula yang dibawa ke dalam perahu dayung atau kayak. Beberapa pengungsi diselundupkan ke dalam mobil pengangkut barang di kapal feri reguler antara Denmark dan Swedia, rute ini cocok untuk yang berusia muda atau tua yang terlalu lemah untuk menempuh jalur laut yang kasar. Di bawah tanah telah dipecah menjadi mobil-mobil pengangkut barang kosong yang disegel oleh Jerman setelah diperiksa, membantu para pengungsi ke mobil-mobil, dan kemudian menyegel kembali mobil-mobil dengan segel Jerman yang ditempa atau dicuri untuk mencegah pemeriksaan lebih lanjut. Beberapa nelayan yang membantu penyelamatan tersebut mengenakan biaya untuk mengangkut orang Yahudi ke Swedia, sementara yang lain melakukan pembayaran hanya dari mereka yang dapat membeli tiket. Beberapa pencuri mengambil keuntungan dari kebingungan dan ketakutan selama hari-hari awal pelarian, namun seiring berjalannya waktu, gerakan bawah tanah Denmark menggulingkan mereka dan berperan aktif dalam mengatur penyelamatan dan menyediakan pembiayaan, terutama dari orang-orang kaya Denmark yang menyumbangkan sejumlah besar uang untuk penyelamatan   Pada hari-hari pertama aksi penyelamatan, orang-orang Yahudi mengangkut banyak pelabuhan nelayan di pantai Denmark untuk diselamatkan, namun Gestapo curiga terhadap aktivitas di sekitar pelabuhan (dan pada malam 1-2 Oktober, delapan puluh orang Yahudi terjebak dalam persembunyian loteng gereja di Gilleleje, tempat persembunyian mereka dikhianati oleh seorang gadis Denmark yang mencintai seorang tentara Jerman). Penyelamatan selanjutnya harus dilakukan dari titik-titik terpencil di sepanjang pantai. Sambil menunggu giliran mereka, orang-orang Yahudi berlindung di hutan dan di pondok jauh dari pantai, tidak terlihat dari Gestapo. Pada bulan September 1943, 'Dewan Kebebasan Denmark' diciptakan. Ini berusaha menyatukan berbagai kelompok yang membentuk gerakan perlawanan Denmark. Dewan tersebut terdiri dari tujuh perwakilan perlawanan dan satu anggota BUMN. Gerakan perlawanan meningkat menjadi lebih dari 20.000 dan menjelang tindakan sabotase D-Day meningkat secara nyata. Meskipun pendaratan D-Day berada di Normandia, BUMN percaya bahwa semakin banyak tentara Jerman terikat di tempat lain di Eropa, semakin sedikit yang bisa hadir di utara Prancis. Oleh karena itu, semakin banyak tindakan sabotase di Denmark, semakin banyak tentara Jerman yang akan terikat di sana. Pada tahun 1944, 'Dewan Kebebasan Denmark' meningkatkan upayanya dan lebih dari 11 juta kopi koran bawah tanah diterbitkan. Juni itu, setelah keadaan darurat yang diumumkan, seluruh kota di Kopenhagen mogok kerja. Marah, Jerman membanjiri kota dengan tentara, memotong air dan listrik, dan menetapkan blokade. Pada 2 Juli, 23 orang Denmark terbunuh dan lebih dari 203 terluka. Tapi Andes yang gigih bertahan. Jengkel, orang-orang Jerman meninggalkan tindakan hukuman ini pada bulan Juli. Kemudian pada musim gugur itu, ketika orang-orang Jerman mencoba untuk mendeportasi pejabat polisi Denmark yang mereka percaya menutup mata terhadap sabotase dan kekacauan, Kopenhagen melanjutkan pemogokan lagi, bergabung dengan 58 kota dan kota lainnya. Takutnya penangkapan Gestapo, warga sipil berduyun-duyun ke gerakan perlawanan; pendaftaran melebihi 45.000 pada titik tertingginya. Pada bulan Mei 1945, Berlin yang dilanda perang mengalah untuk memajukan pasukan Sekutu, mendorong Jerman untuk meninggalkan Denmark sama sekali. Setelah perang, 40.000 orang ditangkap karena dicurigai berkolaborasi. Dari jumlah tersebut, 13.500 dihukum dengan cara tertentu. 78 menerima hukuman mati, meski hanya 46 yang dilakukan. Sebagian besar menerima hukuman penjara di bawah empat tahun.   Banyak orang mengkritik proses mengorbankan "orang kecil" secara tidak proporsional, sementara banyak politisi dan bisnis tidak tersentuh. Masalah sulit lainnya adalah apa yang harus dilakukan dengan kolaborator yang pada dasarnya "mengikuti perintah" yang diberikan pemerintah mereka sendiri, seperti eksekutif bisnis yang telah didorong untuk bekerja dengan Jerman.

----------------------------------------

Sumber Referensi:

Terp, Holger. "Danish Peace History". Diakses pada 19 November 2017 <http://www.fredsakademiet.dk/dkpeace.pdf>

Nygaard, Anders dkk. "BOPA". Diakses pada 19 November 2017
<http://denstoredanske.dk/Danmarks_geografi_og_historie/Danmarks_historie/Danmark_1849-1945/BOPA>

Holmskov Schlüter, Hans. "Danish Resistance during the Holocaust". Diakses pada 21 November 2017 <http://www.holocaustresearchproject.org/revolt/>

Trueman, C N . "The Danish Resistance". Diakses pada 21 November 2017 < http://www.historylearningsite.co.uk/world-war-two/resistance-movements/the-danish-resistance/

>

Ironi Kepahlawanan Sepakbola

Oleh : Lasog

“What? A great man? I only ever see the ape of his own ideal.”Friedrich Nietzche

Siapa superhero pertama di lapangan hijau? Sebuah pertanyaan yang biasa keluar di perbincangan dunia persepakbolaan. Sebelum kita mendalami dan mengenal siapa superhero di lapangan hijau itu, mari kita sama-sama sepakati terlebih dahulu mengenai  superhero. Masyarakat awam tahu bahwa superhero (biasanya) merupakan sosok (protagonis) yang mampu mengatasi berbagai masalah serta mampu menyelamatkan atau menolong semua orang. Akan tetapi, diluar pengertian umum mengenai makna superhero, ada pula superhero yang “hanya” bermodalkan selayaknya manusia biasa, seperti halnya kita atau bahkan sebaliknya, justru berangkat dari sosok yang dianggap berlawanan, yaitu penjahat—akibat kontruksi sosial. Hal tersebut atau sosok itu biasa dikenal dengan istilah: anti-hero.

The Phantom, misalnya, adalah sosok superhero “hantu” yang lebih mengandalkan kemampuan untuk mengelabui penjahat. Pun demikian dengan pahlawan lainnya semacam Batman, yang memiliki kekuatan super melalui pakaian yang ia modifikasi sedemikian rupa dengan perlengkapan yang berteknologi tinggi. Sementara untuk sosok asenti-hero, Watchmen—salah satu komik ciptaan Alan Moore—salah  satunya. Sebuah kelompok mantan pahlawan, namun tidak memiliki kekuatan yang biasa dimiliki oleh kebanyakan para pahlawan. Mereka berenam hanya memiliki kekuatan manusia biasa.

Dalam konteks realita sepak bola, gema tentang epos kepahlawanan tak dapat dikesampingkan. Misalnya di tanah Britania Raya, peradaban sepakbola Inggris mengenal nama Roy of The Rovers atau yang bernama asli Roy Race—tokoh rekaan Frank S Pepper (1910-1988) yang terbit pada tahun 1954. Bagi sebagian kalangan, Roy of The Rovers sejatinya merupakan sosok yang terinspirasi dari sosok Kapten Inggris yang mengantarkan Inggris juara World Cup pada tahun 1966. Bobby Moore (1941-1993) namanya. Hal tersebut dibuktikan dengan waktu terbitnya komik Roy of The Rovers diterbitkan, tahun 1993. Tahun itu sama dengan tahun ketika Moore—panggilan akrab Booby Moore—meninggal. Kedepannya, keduanya—Roy of The Rovers dan Moore—dianggap sebagai simbol kick n rush yang diidentikan dengan semangat pantang menyerah.

Pada tanggal 10 April 1995, The Guardian—surat kabar yang dimiliki kelompok Guardian Media Group. Surat kabar ini merupakan harian serius dalam bentuk lembaran besar dan dikenal relatif berhaluan kiri—sempat menulis bahwa ada sosok pesepakbola Inggris lain yang dianggap juga mewakili semangat khas Roy of The Rovers. Alan Shearer namanya. Ia berasal dari klub Blackburn Rovers dan sebagai pencetak gol terbanyak di Liga Inggris. Yang menarik kemudian adalah beragam sosok pahlawan muncul dari lapangan hijautak melulu identik dengan konsep hero yangada mitologi yunani atau superhero dalam horison atau pandangan dunia perkomikan. Jika diperbolehkan menebak, dalam dunia sepakbola, konsep Anti-hero lah yang lebih dominan dan melekat serta sangat mengekal dalam ingatan di peradaban dunia sepakbola manapun, ketimbang  gambaran superhero yang gagah perkasa seperti yang direpresentasikan dalam cerita di dunia komik.

Diego Armando Maradona, salah satu contohnya. Ia adalah sosok anti-hero yang bisa kita jumpai dalam film-film noir seperti The Maltese Falcon (1941) atau Touch of Evil (1958); lahir di lingkungan kelas menengah kebawah, dan hidup dilingkungan yang menyaratkan ia untuk bertahan hidup (survive). Di daerah yang tinggali sangat identik dengan ambivalensi moralitas a la jalanan. Tumbuh dan besar dan lingkungan tersebut, maka sangat wajar jika nama Maradona kemudian sangat dipuja-puja di Boca Junior dan Napoli.

Sosok anti-hero lainnya dapat kita temukan dalam diri Eric Cantona. Salah satu hal yang paling dikenang dari diri Cantona—selain tendangan kungfu-nya ke Mattew Simons, Hooligan Crystal Palace yang bebal itu—adalah saat ia menyerukan kepada orang-orang untuk mengosongkan rekening tabungan mereka sebagai bentuk protes terhadap krisis keuangan global kala itu.

Jika kita pindah ke daratan Italia, terdapat dua nama yang juga pantas disebut sebagai anti-hero, yaitu Antonio Cassano dan Cristiano Lucarelli. Cassano merupakan simbol hedonisme dalam persepakbolaan Italia, Bercinta dengan banyak perempuan, makan enak, mabuk, membangkang manajer klub, melawan titah pelatih, berlatih hanya jika ia mau, tak peduli skor akhir dalam pertandingan. Inilah yang membedakan dengan Balotelli atau Maradona, yang hampir sama bengalnya. Jika Balo dan Maradona masih mempersoalkan nasionalisme sempit a la stadion dan harga diri timnas, Cassano justru mempersetankan semua hal tersebut. Ia menolak terikat dengan suatu identitas yang bersinggungan dengan fanatisme dalam stadion belaka. Menurut pandangan saya, sosok Cassano dan sifat serta sikapnya adalah sosok anti-hero sebenarnya dalam sepakbola. Ia merupakan representasi atau perwujudan yang sangat dekat dengan konsep Ubermensch dalam filsafat Nietzchean: memiliki kehendak bebas tanpa kontrol atau otoritas apapun, kemauan kuat untuk berkuasa atas dirinya sendiri dan memahami moralitas tuan dalam kehidupan.

Berbeda dengan hal yang ada pada Cassano, karakter Lucarelli tendensi lebih ke ideologis, lebih politis, meskipun keduanya dianggap anti-hero yang sama. Lucarelli adalah idealis keras kepala Livorno adalah tulang dan darahnya, segalanya adalah Livorno! Demikian bagaimana ia selalu menggaungkannya. Yang tak kalah hebat lagi, saat bermain sepakbola, ia tidak hanya sekedar ber-euphoria saja, namun ia sangat totalitas dan sanggup mengeluarkan segala kemampuannya demi klubnya saat bertanding. Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Lucarelli bisa dianggap sebagai anti-hero yang militan seperti halnya dengan Cassano? Tentu saja pilihan atau arah politiknya. Ia adalah seorang Komunis yang taat, sama halnya dengan warga Livorno kebanyakan. Dan juga Livorno adalah kota dimana Partai Komunisme Italia pertama kali didirikan, yaitu pada tahun 1921. Padahal kita tahu bahwa Italia adlah negeri yang sarat dengat Fasisme. Satu hal lagi yang masih membuat seorang komunis semacam Lucarelli dianggap sebagai seorang komunis militan adalah saat laga Internasional U-21 tahun 1977, antara Italia dan Moldova. Saat itu Lucarelli merupakan salah satu striker muda andalan yang sangat potensial dan sangat berambisi untuk mencetak gol. Dan memang ia mencetak gol dan merayakannaya atau berselebrasi dengan berlarikerah tribune suporter Italia dan mencopot jersey yang ia pake dan melemparkannya kearah supoter. Yang menjadi terkenang bahwa ia sangat kental dengan kekirian adalah setelah ia melepaskan dan melemparkan jersey yang ebelumnya telah memakai kaos putih untuk dalaman jersey-nya. Kaos putih itu bergambar wajah Che Guevara—seorang revolusioner dari Kuba. Meskipun setelah kejadian itu lantas dicekal oleh FIGC.

Pada akhirnya sikap (ke)pahlawanan pada dunia sepakbola hanya sebuah kontruksi sosial. Ia adalah refleksi dari hasrat banyak orang tentang sesuatu yang ideal, sempurna, tak tertangkap oleh cakupan kita, sekalipun ia berada dalam wilayah “abu-abu” seperti konsep anti-hero yang telah dijelaskan diatas.

Dan jika kita tarik ke dalam konteks persepakbolaan Indonesia, menurut saya Evan dimas yang  boleh menjadi sosok pahlawan yang sempat digilai oleh masyarakat beberapa tahun lalu. Akan tetapi jangan terlalu kagum atau bahkan kaget jika sosok Evan Dimas (kala itu) lebih cemerlang dan laku daripada iklan Sosis So Nice atau iklan Oli Yamaha Evalube 4T-Pro. Jika saya boleh meminjam istilah dari Michael Foucoult (1926-1984) mengatakan bahwa kekonyolan semacam itu disebut  irony heronization, “ironi heronisasi”, iya! Tentang kepahlawanan yang kini masih abu-abu di Indonesia.

Tetapi bukanlah sangat relevan dan cocok untuk negeri ini yang tak bisa lepas dari ironi?

Masyarakat Ekologis A la Bookchin

Oleh: Lasog

Salah satu bentuk perlawanan terhadap kapitalisme adalah dengan cara menahan kerakusan untuk terus bertumbuh secara individual dan tidak berusaha memisahkan hakikat keberadaan manusia sebagai sebuah komunal atau kelompok yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta egaliter antar sesama manusia. Murray Bookchin (1921-2006), sebagai seorang berpaham eko-anarkisme pernah mengatakan bahwa pembongkaran otoritas para kapital yang mengorientasikan dirinya dalam eksploitasi SDM dan SDA oleh masyarakat ,yang dilakukan dengan pendekatan anarkisme akan membuat masyarakat mengembalikan keseimbangan antara manusia dengan alam itu sendiri. Bookchin menawarkan sebuah cara dalam menindaklanjuti hal tersebut, tentunya dengan perspektif anarkisme, yaitu dengan menggantikan praktik-praktik ketidaksetaraan atas pihak-pihak yang seharusnya setara dengan praktik-praktik kesetaraan bagi mereka yang tidak diperlakukan setara (replacing the inequality of equals by the equality of unequals). Bookchin menamakan masyarakat baru ini dengan nama Anarko-komunisme, yaitu sebuah masyarakat yang menghilangkan penyebab utama atau akar masalah dari tumbuhnya dominasi manusia terhadap alam, yakni eksploitasi manusia atas manusia yang lain (Homo homini lupus). Agar hubungan manusia dengan alam menjadi harmoni, terlebih dahulu harus membenahi keharmonisan dalam dunia sosial yakni hubungan manusia dengan manusia yang lain.

Sehubungan dengan hal-hal diatas tadi, Bookchin menawarkan sebuah konsepsi yang dikemudian hari disebut sebagai Masyarakat Swa-kelola. Prinsip dalam Masyarakat Swa-kelola tersebut dilakukan dengan cara memutuskan hubungan atau sifat dependensi terhadap negara serta menolak apapun jenis kontrol negara, membentuk masyarakat yang terdesentralisasi, serta alat-alat produksi menjadi kepemilikan komunal dan dikelola secara kolektif. Ketiga prinsip itu muncul Karena kekecewaan para kaum eko-anarkis memandang eksistensi negara, regulasi yang negara buat, watak rakus pembangunan, homogenisasi kelayakan, simplifikasi serta dominasi otoritarian dalam sistem kapitalisme adalah asal muasal krisis ekologi yang kini makan parah, dan jika tetap dibiarkan seperti ini, hal ini akan mengarah dan berujung pada "ecological apocalypse".

Pengembalian hak produksi kepada masyarakat berarti mengembalikan kedaulatan yang seharusnya diterima oleh masyarakat untuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa dominasi kontrol negara alias mandiri. Masyarakat akan mampu memenuhi kebutuhan mereka dengan memupuk relasi mutualisme dalam skala kebutuhan konsumsi wajar, bukan produksi yang berkelanjutan. Sebagai agenda kedepannya, perubahan manusia dengan alam akan memenuhi pra-kondisi eko-anarkis apabila dengan membangun dan memulainya pada ruang pedesaan relatif yang masih memiliki keterikatan yang kuat terhadap alam sekitar, terutama dalam proses produksi serta kehidupan sehari-hati yang senantiasa berdampingan dengan alam.

Dalam perspektif eko-anarkisme terdapat beberapa indikasi atau faktor-faktor yang dimiliki kapitalisme berdampak menghancurkan bagi ekologi yakni simplifikasi atau penyederhanaan kompleksitas ekosistem, contohnya penanaman yang dilakukan dengan cara monocropping; pembuatan hierarki; reduksi fisik-mekanis atas ketidaksiapan Alam; valuasi ekonomi atas elemen yang alami menjadi sumber day; spesialisasi yang diterapkan pada mesin dan tenaga kerja; konsentrasi kapital dan pemilik mega-industri serta para investor; stratifikasi dan birokrasi yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hati; obyektifikasi atas alam dan manusia; segregasi di perkotaan yang menimbulkan slum serta pemisahan wilayah konsumsi dengan hinterland.

Disisi lain, masyarakat ekologis di masa depan akan menjadi sebuah komunitas yang memiliki keterikatan dengan ekosistem dimana mereka hidup, masyarakat lokal pun akan memenuhi produksinya dari sumber daya dan relasi terhadap komunitas sekitarnya secara mutual, masyarakat yang memenuhi konsumsi atas dasar kebutuhan kelompok bukan keinginan individu, semua alat produksi menjadi miliki kolektif/bersama bukan atas kepemilikan privat, desentralisasi perkotaan dalam wilayah-wilayah yang berskala kecil sehingga memiliki daya dukung bagi keberlangsungan ekosistem, kesatuan antara industri dan pertanian secara siklis, penggunaan dan penerapan teknologi yang dilakukan dengan tepat dan tetap mengindahkan keseimbangan alam, serta yang paling fundamental atas perubahan sosio-politik adalah tidak ada lagi campur tangan atau kontrol negara terhadap komunitas swa-kelola yang menerapkan demokrasi langsung (direct democracy).

Kamis, 09 November 2017

[ti]ada

Pada malam-malam yang datang disertai dingin memoar yang dulu terjadi pada diriku, yang tak bisa aku buat sedemikian rupa untuk sekedar melupakannya setelah terbangun dari tidurku tadi malam.

Pada malam-malam yang selalu meneduhkan semua hal yang ada di bawahnya, termasuk diriku ini. Namun bukannya aku merasa aman atau bahkan bebas tapi semua hal itu malah membuatku menjadi makin khawatir terhadap semua kemungkinan yang akan menyeruak ke permukaan untuk mengancamku lagi.

Pada malam-malam yang tidak pernah menyebut dirinya lebih hina dari Sang Siang yang selalu membuatnya tetap hidup dan bergerak. Lain halnya denganku yang tetap merasa lebih hina karena siang dan malam tetap mendiskreditkan diriku dengan atau tanpa mereka inginkan.

Pada malam-malam yang tidak pernah mewakili semua benda yang tak terkena dalam naungan sang bulan, dan benda yang tak terwakili itu adalah diriku. Aku termarjinalkan oleh sesuatu yang memang tidak pernah aku lakukan namun kenapa semua hal yang tidak aku lakukan itu selalu menempel dengan nyaman pada diriku.

Aku hilang di permukaan bumi ini.

Aku tak bisa muncul bersamaan bumi mengijinkannya.

Aku memang tidak ada meskipun aku memiliki entitas yang nyata.

Aku.....

Hilang....

Rabu, 01 November 2017

Lebih dekat dengan Feminisme (bagian I)

Gerakan Perempuan Inggris 1850-1914: Kerja atau Menikah (?)

Pada pertengahan abad ke-19, Revolusi Industri dan kemakmuran Kerajaan Inggris telah menciptakan suatu armada kerja perempuan—gadis-gadis pemintal, pelayan-pelayan rumah tangga, dan buruh-buruh tani, pembuat kopi, tukang setrika serta pengajar privat anak-anak. Diantara mereka ini, yang paling mandiri ialah buruh-buruh pabrik kota-kota pemintalan yang baru di Lancashire da Yokshire.

Pada abad-abad sebelumnya, kaum perempuan biasanya bekerja dirumah bersama dengan ayah ataupun suami mereka, di ladang atau di bengkel kerja maupun di industri rumah tangga. Di pabrik-pabrik baru itu, gadis-gadis bekerja secara kolektif, bebas dari kendali orang tua mereka—dan untuk pertama kalinya mereka mendapatkan upahnya sendiri setiap minggu. Namun, gadis buruh pekerja saat itu hanyalah bagian kecil saja. Kebanyakan perempuan pekerja pada saat itu hanyalah sebagai pelayan-pelayan rumah tanga yang diawasi oleh majikan-majikan mereka. Jam kerja mereka lebih panjang, namun upah mereka lebih rendah dari mereka yang bekera di pabrik. Semua pekerjaan perempuan tak terjamin, tak teratur dan lebih rendah upahnya ketimbang pekerjaa laki-laki. Para perempuan secara ketat dikecualikan dari dunia profesi dan pendidikan. Secara ekonomis dan sosial, harapan terbaik bagi perempuan ialah menikah.

Peran yang dituntut dari istri ada zaman Victorian kelas menengah sangatlah berbeda dari peran yang dituntut dari istri petani atau tukang dari abad-abad sebelumnya ketika produksi dijalankan di seputar rumah. Istri pada zaman Victorian tak punya tempat di dunia. Namun, perempuan-perempuan yang menikah lebih mirip tahanan rumah ketimbang “bidadari dalam rumah”. Perempuan-perempuan lajang setidaknya masih punya hak sendiri untuk memiliki pendapatan dan hak miliknya sendiri. Saat menikah, semua itu terampas. Semua pendapatan sang istri menjadi milik saminya—dan nasib sang istri bisa seperti Mrs. Rocester dalam novel Charlotte Bronte Jane Eyre (1847), “perempuan gila dalam loteng.” Pada praktiknya, banyak laki-laki kelas menengah yang menunda pernikahan sampai mereka berusia empat puluh tahun.

Pada pertengahan abad ke-19, terdapat “kelebihan” perempuan kelas menengah yang menikah dan yang tidak menikah, dan tak mendapatkan pendidikan yang layak, pekerjaan—diluar sebagai pengajar anak-anak—dan hak-hak mereka sebagai warga negara. Meskipun nasibnya lebih baik dari perempuan-perempuan kelas buruh, namun jelas bahwa sumber ekonomi perempuan kelas menengah tergantung pada landasan ideologis dari superioritas laki-laki. Butuh beberapa generasi kaum inggris untuk mendapatkan sebagian besar dari hak-hak sipilnya sebagai perempuan—hak untuk mendapatkan pendidikan, untuk memiliki upahnyasendiri dan hak pilih.

Generasi Pertama: Para Perempuan dari Langham Place

Barbara Leigh Smith (kelak bernama Mrs. Bodichon) (1827-1891) lahir dari keluarga yang penuh semangat dan tak ortodoks. Ayahnya adalah seorang Anggota Parlemen yang radikal, Benjamin Leigh Smith. Ibunya, Anne Longdon seorang pemintal, meninggal saat Barbara masih berusia tujuh tahun. Ayah dan ibunya tak pernah menikah, sehingga keluarga itu dalam relasinya dianggap tabu. Rumah tanga Leigh Smith sendiri merupakan bertemunya para pendukung penghapusan perbudakan, pengungsi-pengungsi politik dan aktivis-aktivis politik. Sahabat dekat Barbara, Bessie mengenang pertama kali dia menyangsikan sang ayah Barbara mengikat tali sepatu sambil berjongkok dan diselingi obrolan untuk mengajak semua keluarganya untuk bepergian, padahal di zaman Victorian itu sendiri, kedudukan perempuan sangatlah tidak ada, sehingga sangat menakjubkan dan juga langka jika seorang laki-laki—suami contohnya mengajak perempuan atau istri mereka jalan-jalan. Kawan remaja Barbara, Bessie Rayner Parker (1829-1925) juga berasal dari keluarga yang radikal. Pada tahun 1850, mereka berdua secara tanpa pemberitahuan melakukan perjalanan pengamatan berkeliling Eropa.

Pada tahun 1856, Barbara dan Bessie mengorganisir sebuah komite untuk mengumpulkan petisi bagi Undang-undang Hak Milik Perempuan Yang Menikah ( hak istri untuk memiliki hak dan pendapatan pribadi). Pada tahun 1858, keduanya meluncurkan English Women’s Journal untuk memperdebatkan isu-isu mengenai hak-hak perempuan untuk berkerja dan hak pilih. Pada tahun 1859, mereka mendirikan Perhimpunan untuk Memajukan Kesempatan Kerja bagi Perempuan (Society for Promoting the Emplyment of Women) yang mendirikan percetakan perempuan Victoria Press, yang dikelola oleh Emily Faithfull dan barisan pengarang perempuannya. Pada thaun yang sama juga dibangun Institut untuk perempuan di 19 Langham Place. Dr, Elizabeth Blackwell, yang merupakan dokter pertama di AS, menjadi pembicara di Langham Place. 

Pada tahun 1865, “Perempuan-perempuan Langham Place” mengorganisir petisi-petisi untuk Undang-undang Hak Pilih Perempuan untuk disampaikan kepada Parlemen oleh Anggota Parlemen yang terpilih, John Struart Mill (1806-1873). Mill dan rekannya, Helen Taylor (1807-1858) yang merupakan sahabat dekat orang tua Bessie.

Generasi Kedua: Feminisme Kemurnian Sosial (Sosial Purity Feminism)

Pada tahun 1870-an dan 80-an, feminisme dengan corak yang lain muncul dengan memfokuskan diri pada usaha untuk menjembatani pemisahan antara istri yang mempunyai kehormatan seperti bangsawan yang murni dan penghibur yang terbuang secara sosial. Hanya seorang perempuan dengan mental baja dan keberanian besar yang berani menyatakan bahwa tak ada perbedaan ekonomis sehingga menjadikan istri-istri dan perempuan-perempuan penghibur sama-sama melayani laki-laki, namun dengan basis “yang berbeda.” Josephine Butler (1828-1906) berkampanye secara gigih—dan seringkali dengan penuh resiko—menentang Undang-undang Penyakit Menular pemerintah Inggris tahun 1860-an. Menurutnya, setiap perempuan kelas pekerja yang disebut sebagai pelacur di daerah barak-barak tentara dan pelabuhan-pelabuhan angkatan laut dapat dipaksa untuk menjalani pemeriksaan medis oleh ahli-ahli bedah tentara dan angkatan laut. Josephine merupakan anggota awal dari Langham Place dan akrab dengan kaum feminis Amerika. Hak-hak perempuan memang bisa dimenangkan dalam medan politik, hukum, pekerjaan dan pendidikan, namun bagi Josephine, persoalannya ialah—apakah pembaharuan itu mengubah Ekonomi-Seksual dari penindasan perempuan? Kegigihannya untuk mengaitkan ekonomi dan seksualitas tidak disambut baik oleh para pejuang emansipasi lain pada masa itu. Ia sangat modern dalam hal penolakannya terhadap nasib reproduktif yang dipaksakan terhadap perempuan sebagai istri dan ibu. Ia mendukung kesetaran seksual yang membolehkan perempuan untuk gerak secara bebas dalam masyarakat tanpa ikatan-ikatan rumah tangga. Ia juga percaya bahwa perempuan memiliki kebudayaannya sendiri, yang secara moral lebih superior ketimbang laki-laki.
Sumber Referensi:

Rueda, Marisa, dkk. 2007. Feminisme untuk Pemula. Yogyakarta: Resist Book.

Selasa, 31 Oktober 2017

All Cats are Beautiful

Sebagaimana kita kenal, kucing merupakan salah satu hewan yang bisa menjadi piaraan dirumah yang lucu atau bahkan menggemaskan dan tentunya bisa menjadi hewan penurut kepada pemiliknya seperti kawan rivalnya, Anjing. Mitos mengenai kucing sendiri diantaranya kucing adalah salah satu hewan yang sering kali dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat magis atau kucing yang terkenal di kalangan orang awam bahwa ia memiliki sembilan nyawa dan banyak mitos-mitos lain mengenal kucing. Namun dalam pribadi saya, saya menyukai kucing bukan karena hal-hal di atas tadi. Tapi sifat yang pendiam dan bijaksana menurut saya, yang membuat kucing menjadi salah satu hewan peliharaan dirumah yang paling saya suka. Sifatnya yang pendiam dan selalu waspada menggambarkan bagaimana sosok aslinya, yang penuh dengan tanda tanya, tidak seperti Anjing maupun peliharaan yang lain yang banyak gerak atau banyak tingkah. Dalam dunia pergerakan kolektif sekalipun, kucing sering kali dipakai sebagai logo oleh beberapa gerakan kolektif. Apalagi jika kita mampu mengenal lebih dalam tentang sejarah kucing di peradaban masa lalu, banyak yang menggunakan simbol-simbol berbentuk kucing. Entahlah, saya pribadi belum tahu perihal itu, yang saya yakini bahwa kucing adalah hewan yang termasuk istimewa. Memang benar kecantikan dan perangai kucing menarik untuk pelajari.

ALL CATS ARE BEAUTIFUL

Kickside dan Santri

Sekitar empat tahun yang lalu, persis pada bulan ini; bulan Oktober, tepatnya pada tanggal 10 Oktober 2013, salah satu hip-hop unit lahir dari riuhnya keramaian dan indahnya lantunan bacaan ayat-ayat Alquran yang menggaung di sepanjang lorong-lorong asrama pondok pesantren. Hip-hop unit itu bernama KICKSIDE. Diantara keheningan asrama, di salah satu kamar dari deretan kamar-kamar yang berjejer di asrama, terdengar suara-suara parau dari dua orang santri yang memaksakan suaranya untuk tetap terdengar merdu sembari mencari rima yang pas dan berusaha mengikuti ketukan kick dan snare dari beat-beat gratisan yang mereka dapat dari Youtube. Ketika sedang mempunyai waktu luang, selepas setoran atau ngaji, sepanjang malam mereka berdua akan bertemu untuk bertukar ide serta membahas lirik-lirik yang akan mereka tulis, meskipun lirik-lirik tersebut belum memiliki rima yang pas dan belum mampu membuatnya memiliki nilai-nilai metaforik. 
Dua orang tersebut adalah saya dan salah satu kawan saya yang biasa dipanggil M a d s u r e. Sseorang yang religius dan salah satu santri teladan. Berbeda dengan saya yang memiliki perangai buruk serta reputasi yang sama buruknya pula ketika masih nyantren di sana. Untuk ke depannya, M a d s u r e akan memiliki peran penting dalam hip-hop unit yang terhitung labil itu. Dia akan menyibukkan diri untuk membuat beat-beat yang akan dieksekusi oleh kami berdua, lebih enaknya dia disebut Beatmaker, sedangkan saya hanya mengeksekusi beat-beat yang telah dia buat. 
Singkat cerita, setelah hanya bertemu dan menirukan lirik-lirik dari beberapa hip-hop unit tua dari Jogja, NOK 37 salah satu contohnya, kami mengalami kegelisahan yang tak berujung. Semua bermula ketika kami berdua memutuskan untuk membuat lirik sendiri dan memaksakannya segera masuk ke dapur rekaman meskipun kami hanya memakai free beat yang kami dapat dari Youtube. Beberapa Minggu kemudian, kami mulai berencana untuk memasukkan lagu-lagu mentahan ke dapur rekaman. Tanpa pikir panjang, kami segera mencari studio rekaman dan untungnya ada salah satu kawan yang memiliki studio rekaman khusus untuk mereka yang memiliki hip-hop unit. Studio rekaman itu bernama EVERGREEN Studio, salah satu studio rekaman yang berada di daerah Bantul kota.
Sehari setelah menghubungi empunya studio itu, kami berdua lantas menyegerakan untuk ke sana. Tapi karena kami adalah santri dan kami memiliki batasan-batasan tersendiri, berbeda dengan anak-anak sekolah biasanya, kami tak memiliki transportasi untuk ke sana. Maka kami putuskan untuk meminjam motor salah satu kawan kami yang membawa motor tapi naasnya, ketika hendak berangkat, hujan turun dengan seyogyanya karena saat itu sudah memasuki musim penghujan. Kami sempat mengurungkan niat, namun karena kami sudah berjanji booking studio untuk hari itu maka kami paksakan untuk tetap ke sana.
Sesampainya di studio rekaman, kami langsung bertemu dengan kawan kami yang empunya studio itu. Beberapa saat kami ngobrol mengenai bagaimana ketentuan dan cara saat akan direkam, karena saat itu kami rekaman untuk pertama kalinya. Meskipun sebelumnya kami pernah mencoba rekaman sendiri dengan aplikasi Adobe Audition yang menggunakan mic a l a kadarnya yang terbuat dari bagian dari headphone warnet rusak yang kami dapat di gudang lab komputer di pondok, dan tentu kasusnya berbeda dengan rekaman di studio rekaman yang sesungguhnya. 
Setelah selesai mengobrol dan menentukan tema serta beat-beat mana yang akan dipakai, kami siap untuk masuk ke bilik rekaman. Ada sekitar tiga lagu mentah yang akan kami ubah menjadi audio yang enak didengar diantaranya: Suka Duka KawanBack in Da Track, dan Peluang. Namun, ke depannya, karena pertimbangan yang berat, lagu-lagu tersebut kami hapus karena masih memakai freebeat dari YouTube. Bukan karena apa, tapi kami berusaha menjaga orisinilitas dari beat dan lirik-lirik yang kami buat meskipun tidak sampai taraf yang memang dibilang jago dalam kedua hal itu. Beberapa hari setelah selesai rekaman lagu-lagu tersebut menyebar ke telinga anak-anak tongkrongan. Hingga suatu ketika ada kawan yang menawarkan kami untuk mengisi salah satu acara di daerah jalan Magelang, tepatnya di Balai Desa dekat MAN 3 Yogyakarta. Kami merasa begitu kaget serta terkejut karena sebenarnya kami membuat lagu-lagu tersebut hanya untuk koleksi pribadi dan dinikmati secara pribadi saja bukan untuk ditampilkan ke khalayak umum namun tanpa pikir panjang kami mengiyakan tawaran tersebut. 
Itulah pertama kali kami mengeksistensikan lagu-lagu kami bukan secara verbal tapi juga secara visual. Dengan masih grogi ketika naik panggung, kami mengatasi demam panggung tersebut dengan berjalan ke sana kemari mengitari panggung. Bahkan saya sempat muntah sebelum naik ke panggung. Entah karena apa, mungkin karena nervous dan kekhawatiran yang berlebihan. 
Setelah selesai acara, kami dipanggil oleh panitia acara. Panitia tersebut melayangkan satu amplop putih kepada saya. Setelah saya buka ternyata isinya uang senilai Rp100.000,00. Pertama kali kami perform dan kami diberikan uang, hal itu membuat kami merasa begitu bangga. Setelah perform pertama kami itu, kami sering diundang untuk mengisi acara atau gigs di sekitar kota Jogja maupun di luar kota Jogja. Pernah sekali kami diundang untuk mengisi acara pembukaan salah satu kafe di daerah Nologaten. Pernah juga kami diundang untuk mengisi acara di Bantul Expo 2015 dan masih banyak lagi serta kami juga beberapa kali mengisi acara-acara di luar kota seperti di Semarang, Pekalongan, Purbalingga dan Purwodadi. 
Hingga sekarang KICKSIDE sudah membuat beberapa lagu-lagu. Namun, sayangnya banyak lagu yang memang tidak dipublikasikan atau tidak disertakan link untuk men-download. Dari beberapa lagu yang masih bisa kawan-kawan download, ada dua lagu yang sampai sekarang masih disukai oleh beberapa kawan. Dua lagu tersebut berjudul Manipulasi Arah Kiri dan Causa Prima
Lagu Manipulasi Arah Kiri menjelaskan secara eksplisit dan blak-blakan mengenai peristiwa 65, lagu tersebut diinsiniasi oleh salah satu kawan dari Tangerang, Bone namanya. Dan lagu yang kedua, yaitu Causa prima menceritakan tentang sebab primer atau sebab utama dari alam semesta. 
.
Saat ini, KICKSIDE tidak seproduktif dulu. Mungkin karena saya pribadi dan kawan saya tidak memiliki waktu banyak untuk mengobrol dan lain sebagainya. Namun, kami mempunyai proyek ke depannya untuk membuat Album LP. 
Sekedar intermezzo saja cerita di atas, ada hal yang saya pribadi perlu ucapkan untuk sebuah perjalanan yang memang masih seumur jagung. Saya pribadi mengucapkan terimakasih kepada KICKSIDE dan semua proses di dalamnya yang mengajarkan banyak hal kepada saya. Mungkin terlambat untuk mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada KICKSIDE. Tapi saya dan kawan-kawan yang sudah membantu serta mendukung KICKSIDE sampai sekarang, mengucapkan SELAMAT ULANG TAHUN KICKSIDE !! LONG LEFT KAMERAD!!

Senin, 09 Oktober 2017

Senja di Cabo de Gata

Sore hari itu, di pinggir tepian Pantai Cabo de Gata, Spanyol. Salah satu pantai terindah yang pernah kukunjungi. Dengan tebing-tebing tinggi yang panjang membentang hingga tak mampu dijangkau mata, mulai menampakkan selimut senjanya. Matahari kembali ke peraduan, tak urung ia juga akan muncul lagi keesokan harinya. Sedangkan air laut yang siang tadi terlihat biru kini mulai berwarna gelap dengan dibarengi pantulan warna senja yang mengawang-awang diatas permukaan air laut membuatnya nampak seperti cermin raksasa bagi sang mentari. Disisi lain Pantai Cabo de Gata, nampak sekelompok nelayan mulai menyiapkan kapal beserta peralatan untuk memancing malam hingga dini hari nanti. Ada yang nampak sibuk menyiapkan layar kapal yang seharian tadi dibiarkan menguncup. Dan yang lainnya sibuk memeriksa jaring-jaring, barangkali ada yang rusak maupun tak layak untuk dipakai. Di depan kesibukan para nelayan itu, duduklah seorang anak laki-laki berbaju hijau dengan motif bunga-bunga dan memakai celana pendek dengan berbahan jeans, namun nampak telah usang. Sejak tadi kulihat ia hanya diam menatap jauh ke arah tengah laut. Tatapannya sangat tajam dan tegas, seolah memberi makna mendalam kenapa ia duduk bersila menghadap ke laut. Di sela-sela kapal para nelayan, kulihat juga seorang gadis tegap berdiri membelakangi laut. Namun dia hanya berdiam, sama halnya dengan anak laki-laki tadi. Gadis berambut blonde dengan kulit yang berwarna agak terang itu diam tak bergeming beberapa saat. Dengan postur yang tinggi, sangat terlihat jelas buah dada dan lekukan badannya yang tidak tertutup oleh badan kapal yang mengelilinginya. Di seberang gadis blonde itu berdiri, berjajar warung-warung yang mulai membereskan barang jualannya. Dan mulai menyalakan lampu dengan warna temaram yang hanya menyinari pasir-pasir yang berada disekitar warung-warung tersebut. Dan kulihat beberapa orang yang sejak tadi berjemur atau sekedar main air maupun mandi di laut, segera menepi dan mulai beranjak pulang. Semua bergerak dengan semestinya, matahari mulai tenggelam, burung-burung camar bergerak menjauhi senja, ombak laut mulai menenangkan dirinya, layar-layar kapal milik nelayan mulai dikembangkan, gadis blonde yang tadi berdiam kini mulai berjalan bergerak ke arah motel, desir pasir masih terdengar disertai deru ombak yang menarik serta menghantarkannya kembali ke tepi pantai, orang-orang mulai membereskan perlengkapan renang milik mereka dan bergegas kembali ke motel, semua bergerak, kecuali aku yang masih tetap tiduran bersantai dengan menatap senja dan anak laki-laki tadi yang tetap berdiam bergeming, seolah kami memiliki perasaan yang sama, yaitu menikmati senja sebagai wujud cinta dan rindu terhadap bukti ciptaan Tuhan yang tak bisa dinikmati hanya dengan melihat dengan mata saja. Namun, seharusnya melihatnya dengan hati. Selang beberapa saat matahari mulai tak nampak lagi. Anak laki-laki itu juga mulai beranjak pergi untuk pulang. Tapi aku masih tetap disini, aku masih ingin menikmati ciptaan tuhan, ciptaan yang seharusnya dinikmati dengan makna estetika sebenarnya, sembari berdzikir. Begitulah caraku melihat Tuhan dengan cara kunikmati keindahan dari ciptaannya. Seperti halnya dengan Ibadah yang kulakukan beriterasi setiap waktu sebagai wujud seorang hamba. Lantas malam tiba, aku mulai lelah dan capek. Kucukupkan untuk hari ini. Tak lupa ku berucap " gracias a Dios por esta hermosa tarde ". Sambil menengadahkan ke langit yang mulai gelap. Lantas kulangkahkan kakiku bertolak dari pantai menuju kamar motel. 

Ikat Rambut, Kacamata dan Semangkuk Mie ( Bagian I )

Di pagi yang cerah, di atas kasur di dalam salah satu kamar kos di sebuah tempat di pinggir kota, di mana aku hanya menetap tinggal sementara. Aku terbangun. Karena telah nampak seberkas cahaya menembus lubang-lubang ventilasi kamar yang tertutup oleh kertas bekas salah satu majalah porno yang mungkin tahun lalu aku terakhir membaca dan melihat-lihat konten apa saja yang disajikan. Lantas setelah aku sadar bahwa jarum jam sudah memukul angka setelah angka lima sebelum angka tujuh itu,  suara-suara kebisingan pagi  mulai menunjukkan seringainya dengan kegiatan-kegiatan yang sebenarnya hanya beriterasi pada pengulangan di setiap harinya. Bunyi-bunyi itu berasal dari gesekan beberapa batang lidi yang memutuskan untuk berkumpul menjadi satu ikatan dan dibantu tukang kebun penghuni kos sebelah kamarku. Dengan ayunan pelan namun menghasilkan suara parau karena sapu yang ia pegang dengan sangat kuat dan tegas menyeret ujung-ujung lidi, yang sebenarnya malah menimbulkan suara yang bagiku sangat memekakkan telinga. Tak lupa pula suara air keran dari wastafel dipojok kos yang tetap dibiarkan mengalir karena tetangga sebelah masih sibuk mengurus hal-hal lain. Sehingga air itu ia biarkan mengalir sebebas-bebasnya. 
Lalu aku beranjak dari tempat tidur dan kucoba membuka kedua kelopak mataku sampai terbuka. Hingga cahaya yang lewat didepan mata membuat mataku terasa perih seperti diteteskan perasan jeruk nipis ala soto ayam langgananku di pojok jalan didepan kosku. Lalu aku tersadar bahwa hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana semua orang memang seharusnya tetap terjaga di tempat paling nyaman untuk mengindahkan keinginan tubuh bermalas-malasan di tengah pulau kapuk yang sebenarnya hanya sebuah karpet berisi busa sisa-sisa busa peredam studio rekaman milik salah satu temanku yang sudah usang dan tidak dipakai lagi. Lantas aku menyulapnya menjadi kasur impian yang empuk meskipun faktanya hanya membuat jarak tubuh dan lantai kamar kos menjadi tidak terlalu berjarak dan tetap terasa dingin dimalam hari, terutama di musim penghujan. Dan aku bergerak kepinggir kasur dan masih dalam posisi tidur terlentang. Aku mulai meraba-raba lantai, aku mencoba mencari handphone yang semalam telah aku charge ulang di pojok kamar disebelah kasur yang aku sangkutkan ke meja belajarku. Lantas setelah kudapatinya, aku membuka pola kunci handphoneku. Bisa dibilang aku termasuk orang paling alay. Karena, aku membuat pola yang sangat rumit bahkan aku sendiripun kadang kesal karena kerepotan jika akan memakai handphone dalam keadaan yang urgensi. Hal itu kulakukan karena sangat sering teman-temanku meminjam handphoneku untuk menjahili perihal akun-akun sosial mediaku. Karena sebab itulah, sangat wajar kalau aku membuat pola kunci yang sangat rumit.
Setelah aku berhasil membuka pola kunci yang alay itu. Aku terkejut melihat notif di salah satu akun sosial mediaku menunjukkan notifikasi yang terhitung banyaknya. Lantas aku buka, dan kudapati bahwa salah satu kawanku meneleponku berkali-kali. Sangatlah tidak wajar, kenapa dipagi yang masih terhitung buta bagiku, ia menelpon hingga dua puluh tujuh kali. Dalam benakku, aku berpikir bahwa ada hal yang sangat penting yang menyangkut diriku. Kawanku itu bernama Fery. Ia salah satu kawanku di kampus, ia terkenal playboy kepada adik tingkat maupun kakak tingkat, terutama di jurusan perkuliahanku. Setelah kusadari bahwa ia menelponku karena alasan yang sangat urgensi menurutku. Lalu aku mencoba menelpon balik dia. Alhasil setelah beberapa saat aku menunggu, akhirnya ia mengangkat. Tanpa sempat aku memulai obrolan untuk menanyakan perihal kenapa ia menelponku berkali-kali apalagi matahari masih enggan keluar dari tempat bersemayamnya, ia langsung berkata dengan nada keras namun disertai ketakutan. Ia berkata : "Laptop dan hapeku hilang slenk!!!, Coba Carikan temenmu yang bisa Merawang atau apalah!". Setelah sekian detik aku diam, karena buat apa juga aku peduli dengan laptop atau handphone miliknya. Tapi setelah lama bergeming, aku berpikir bahwa walaupun dia memang sangat menyebalkan, ia tetap temanku. Lalu aku jawab dengan nada pelan seperti nada bicara nenek-nenek tukang sayur dipasar, aku menjawab dengan bahasa Jawa yang kasar kepadanya. Aku jawab : "Pie-pieLa kok iso ilang Ki kepie?? Koe ne wae teledor ke delehke." ( Gimana-gimana? Kok bisa hilang itu gimana ceritanya? Kamunya aja yang teledor dan lupa menaruhnya."). Lantas ia menjelaskan kronologinya dan aku hanya mengiyakan, karena didalam lubuk hatiku aku masih merasa ngantuk dan lelah dan pastinya aku akan bosan jika dipagi hari seperti ini aku dibangunkan oleh hal-hal yang aku memang tidak suka. Setelah selesai mendengarkan keluh kesahnya aku akhirnya menutup telpon, tidak lupa aku juga tadi terlanjur berjanji untuk membantunya menemukan laptop dan handphone miliknya yang hilang. Setelah itu aku mencoba memberanikan diri menegakkan tubuhku dan berjalan ke kamar mandi, dimana tempat aku sering mengadakan konser solo kecil-kecilan dan langsung mandi.

Kupakaian kaos polos yang baru saja aku ambil dari tumpukan londri di pojok belakang pintu. Karena tidak mempunyai lemari baju, lantas baju, celana dan apapun itu, aku letakkan sedemikian rupa hingga nampak rapi. Meskipun, tetap saja jika lihat oleh orang lain, hal ini merupakan distorsi estetika. Tak lupa juga aku memakaikan rompi jeans a l a punk-ku, yang hampir empat bulan ini aku tidak mencucinya, hanya aku gantungkan di paku yang kutancapkan di belakang pintu. Hingga jika malam datang dan aku lupa menyalakan lampu temaram kamar kos ku. Alhasil, nampak seperti orang yang berdiri dibalik pintu. Padahal hanya beberapa baju yang menggantung. Tak lupa aku semprotkan parfum harga dua belas ribuan yang biasa disediakan di counter-counter penjual pulsa. Ya memang ukurannya terhitung kecil. Namun, wangi semerbaknya sangatlah kuat dan tegas. Hampir aku lupa untuk memakai celana. Karena terlalu asyik menikmati harumnya parfum yang membuatku lupa akan pentingnya aurat di bawah pusar, diatas lutut yang sepatutnya harus aku tutupi. Kupakaian celana jeans yang berlubang, terkena puntung rokokku sendiri. Karena tak sengaja asbak dimana aku taruh rokokku yang masih menyala-nyala itu aku duduki. Hasilnya sangat  berseni, dengan lubang seperti ilustrasi tulang tengkorak dalam album-album Agnostik Front, band punk favoritku semasa SMA.

Setelah semua siap dan terlihat rapi bagiku. Aku sempatkan berkaca sejenak. Dan kulihat banyak jerawat yang tumbuh di sekitar pipi,  dibawah kantung mataku. Hingga nampak seperti jalanan terjal yang pastinya tidak akan membuat perjalanan sebuah bis patas akan nyaman. Jenggot yang jarang-jarang namun pasti, masih memancarkan keanggunannya. Serta kumis tipis, setipis roti lapis yang dijual setiap pagi mengelilingi sekolah-sekolah, masih tak bergeming jika ada angin sepoi-sepoi menghantamnya. Karena hari ini adalah hari Minggu, seperti biasanya, kegiatan pertama adalah mencari makan. Lantas aku beranjak ke arah parkiran motor didepan kos, yang memang seadanya, karena lahan parkir yang tidak memadai, ada beberapa motor milik tetangga kamar sebelah, sering tidak mendapatkan tempat parkir didalam. Akhirnya, mau tidak mau, motor harus diparkir diluar kos, tepatnya didepan gerbang masuk. Kakiku kuangkat perlahan-lahan menuju parkiran. Dan masih terlihat tukang kebun masih sibuk membersihkannya sampah dedaunan yang setiap harinya tidak jemu menjatuhkan dirinya dihalaman kos. Hingga jika bertepatan tukang kebun libur. Maka, halaman depan kos nampak seperti tempat yang tak pernah dikunjungi orang, karena banyak dedaunan yang kering berjatuhan dan memenuhi halaman depan kos.

Setelah sampai diparkiran, lantas aku coba nyalakan motor tuaku, motor CB 💯, yang aku modifikasi sedemikian rupa hingga nampak seperti motor mahal. Dengan balutan  cat hitam dop yang mempesona. Namun sering kali rewel. Setelah itu, aku lepaskan gas motorku dan meluncur ke warung mie langgananku, sekitar dua kilometer dari kos. 

Sesampainya di warung mie, langsung aku paksakan standar motorku untuk kembali berdiri tegak guna menopang motor CB 💯 kesayanganku. Tak lupa kulepas helmku yang  tanpa kaca itu. Lalu aku taruh  helmku di atas jok yang masih terlihat hitam mengkilap dan gagah, karena seingatku baru dua minggu yang lalu aku menggantinya dengan yang baru. Lantas aku masuk warung dengan melewati beberapa pelanggan yang akan atau sudah memesan maupun yang hendak membayar hingga aku harus meliak-liukkan tubuhku agar bisa melalui keramaian huma itu. Sampailah aku di depan kasir, dimana Teteh selalu ada disitu sepanjang hari hingga warung mie tutup. Teteh merupakan seorang wanita paruh baya, yang mungkin pada bulan depan, bulan Agustus, ia akan menginjak umur yang ke-65. Namun, ia masih terlihat semangat untuk tetap bekerja. Meskipun begitu, aku sangat paham dan aku mampu melihat dengan jelas kucuran keringat dari keningnya yang mulai berkerut serta kantung matanya yang mulai menggantung. Dengan kode salam dua jari, salam khas antara aku dan Teteh maupun pegawainya, aku memesan makanan seperti biasanya, mie rendang tidak pakai irisan sawi dan ditambah kuah setengah mangkuk. Dengan gerak cepat Teteh lalu memberitahu salah seorang pegawai yang ada dibelakang untuk segera membuatkannya. Lalu aku menuju ke meja, dimana memang sepatutnya aku menunggunya disana. Karena tidak etis jika menunggu didepan kasir, dimana para pelanggan mengantri untuk memesan ataupun akan membayar. Lalu aku tarik keluar kursi dari bawah meja, kursi berbahan plastik berwarna biru yang sudah nampak usang. Lalu aku persilahkan pantatku yang sudah meraung merasakan pegal untuk segera aku dudukkan di atas kursi kecil berwarna biru yang sebelumnya bersembunyi dibawah kolong meja itu. Selang beberapa saat, sekitar delapan menit, mie rendang kesukaanku telah jadi. Aku bisa merasakan aroma kuah rasa rendang itu memanggilku dari kejauhan, saat dibawa oleh seorang pegawai yang memakai baju putih yang berkerah merah. Lalu mangkuk mie rendang itu dilayangkan di samping mukaku, hampir saja terjatuh karena terkena gerakan cepat kepalaku yang menoleh. Mataku masih terpaku pada mangkuk mie yang telah ada didepanku beberapa saat. Tiba-tiba pandanganku teralihkan pada dua benda, sebuah ikat rambut dan kacamata minus yang memiliki frame dari Kuningan yang melebar. Kedua benda tersebut ternyata sejak tadi ada disitu, dibalik botol kecap dan botol saus. Dalam benakku, aku berpikir bahwa kedua benda ini pasti milik seorang perempuan. Mungkin benda itu tertinggal karena ia lupa atau mungkin karena ia terburu-buru untuk pergi. Belum sempat aku selesai menyimpulkan mengenai kedua benda itu. Ada seorang perempuan yang baru saja tiba di depan warung. Ia berparas cantik, putih serta memiliki rambut panjang yang agak ikal. Dia memakai kaos hitam dan dibalut kemeja kotak-kotak berwarna merah diluarnya yang ia biarkan terbuka kancingnya hingga kebawah. Dia memiliki mata yang sayup. Namun, sangat tajam penglihatannya. Lalu ia langsung turun dari motornya yang berwarna sama dengan kemeja yang ia pakai. Tanpa sempat melepaskan helmnya dulu. Dia langsung menuju ke meja dimana aku duduk. Terbesit di pikiranku bahwa kedua benda yang ada di meja dimana aku makan tersebut adalah miliknya. Dan ternyata benar, dia lantas mengambil kedua benda tersebut. Namun, beberapa saat kita sempat bertatap muka, menyambung mata dan seolah dia meyakinkan aku bahwa kedua benda itu miliknya. Segera setelah dia mengambil kedua benda itu, dia langsung kembali ke motor, menghidupkan motornya, lalu pergi dan berlalu. 

Perempuan yang barusan datang untuk mengambil kembali benda yang tertinggal dan segera berlalu itu membuatku terbuai. Entah apa yang aku pikirkan hingga ia bisa membuatku bukan hanya sekedar kagum, namun juga membuatku bertanya-tanya siapakah dia, dimana ia tinggal dan apa yang membuatnya memiliki paras yang sangat cantik itu. Sejenak aku terdiam. Bahkan, aku tidak ingat bahwa didepanku ada makanan yang harusnya aku makan sejak tadi. Dengan tanpa menunggu aba-aba peluit para cacing di perut yang sebenarnya sudah sejak tadi malam terus menerus meronta-ronta serta berteriak " woylapar woy!! ," hingga suaranya terdengar oleh telinga salah satu pelanggan di samping meja yang aku tempati. Sejenak aku terdiam. Bahkan, aku tidak ingat bahwa didepanku ada makanan yang harusnya aku makan sejak tadi. Aku tidak merasakan lapar lagi, yang kurasakan saat ini adalah rasa keheranan soal perempuan tadi. Namun, aku harus segera makan mie ini, aku disini karena aku lapar dan aku harus makan. Tanpa berpikir panjang dan masih tetap memikirkan perempuan tadi. Aku langsung bergegas menghabiskan mie rendangku guna menenangkan para cacing yang sudah melakukan boikot dan berteriak sejak tadi. Setelah selesai aku menghabiskan mie rendangku, aku tak lupa untuk merokok. Dan masih dalam posisi yang belum berubah dan masih memikirkan perempuan tadi, aku teringat janjiku untuk membantu Ferry menemukan laptopnya. Lalu aku beranjak dari meja menuju kasir dan lalu membayar mie rendang yang telah aku makan. Tanpa berkata-kata, karena masih teringat jelas paras cantik perempuan yang belum aku tahu namanya itu. Aku lalu menuju ke motor, dan pergi kembali ke kos.

( Bersambung... )

Mengenal Filsuf Alam

Pola pikir para filsuf lah yang pertama kali mengenalkan bagaimana caranya berfilsafat dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan memahami hal-hal yang ada disekitar kita. Yunani sebagai tonggak penting dalam lahirnya Pola pikir berfilsafat, yaitu sekitar abad ke 7 SM. Dari situlah awal kemunculan semua pola pikir berfilsafat yang berkembang sampai sekarang. Namun dalam perkembangannya, filsafat pun terbagi menjadi dua. Pertama, Filsafat Alam dan yang kedua, Filsafat Klasik. Namun kali ini saya hanya akan membahas mengenai Filsafat Alam saja.

Pada awal kemunculan filsafat, di Yunani muncul para pemikir yang dijuluki Filsuf Alam. Mereka dijuluki demikian karena mereka lah yang pertama kali mengkaji dan menelusuri perihal asal muasal alam semesta ini. Mereka juga disebut sebagai orang-orang yang paling radikal, karena merekalah yang pertama kali berani melepaskan diri Kungkungan mitologi Yunani yang sangat di percaya oleh nenek moyang mereka. Mereka mencoba mencari dan menelusuri bagaimana alam semesta ini ada serta mencari hal-hal yang mendasar guna memudahkan untuk memahaminya.  Yang pertama adalah Thales (625-545 SM). Dia adalah orang yang pertama yang melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat. Dia juga adalah orang yang pertama menolak dan tidak mempercayai tentang mitologi Yunani serta orang yang pertama kali menanyakan perihal asal muasal dunia ini. Thales berpendapat bahwa Air adalah unsur pertama dan yang terpenting dalam proses pembentukan alam semesta ini. Dia berpendapat demikian karena air teramat penting dalam kehidupan dan semua makhluk hidup memerlukannya untuk tetap melangsungkan hidupnya. Hal tersebut yang mendasari kenapa Thales berpendapat demikian. Semua akan mati jika ketiadaan air dan ketiadaan Air akan menyebabkan banyak permasalahan. Air dapat menjadi uap atau gas, begitu juga dapat berubah menjadi padat seperti es. Sederhananya air dapat berubah menjadi apa saja. Itulah kenapa Thales berpendapat bahwa Air menjadi unsur penting dalam pembentukan alam semesta ini. Lalu filsuf alam yang kedua adalah Anaximander (610-547 SM). Anaximander berpendapat bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada dan hal itu bersifat tak terbatas. Hal ini menjadi Antitesis Anaximander untuk Thales, yang mengatakan bahwa Air dapat berubah menjadi apa saja. Namun Anaximander memulainya dengan pertanyaan " Bagaimana caranya air dapat berubah menjadi api? ". Jadi, Air masih memiliki batasan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Anaximander bahwa satu hal tersebut yang menjadi asal mula yang ada di alam semesta ini harus bersifat tak terbatas. Dia berpendapat bahwa hal tersebut adalah Apeiron. filsuf alam selanjutnya adalah Anaximenes (585-494 SM). Berbeda dengan filsuf-filsuf yang sebelumnya menyebutkan bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah air seperti yang dikemukakan oleh Thales maupun Anaximander yang berpendapat bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah Apeiron. Anaximenes berpendapat bahwa udara lah menjadi unsur pembentuk alam semesta ini. Karena menurut Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi pemadatan dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah menjadi angin, air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah menjadi api. Ketiga filsuf diatas yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena mereka berasal dari daerah Miletus, salah satu nama kota di Yunani. 
Sekarang kita bertolak dari Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Di kepulauan tersebut terdapat beberapa Filsuf Alam tinggal disana. Filsuf alam yang pertama adalah Pythagoras (572-500 SM). Pythagoras adalah salah satu pemikir yang melanjutkan pemikiran para filsuf sebelumnya, yaitu The Milesians. Dia berpendapat berbeda dengan filsuf-filsuf yang berada di Miletus. Disini dia tidak berpendapat mengenai asal-usul alam semesta, melainkan ia berpendapat bahwa segala sesuatu hakikatnya adalah Angka. Dia beranggapan bahwa semua benda memiliki batasan masing-masing dan batasan tersebut adalah Angka. Filsuf Alam selanjutnya adalah Heraclitos (470 SM). Berbeda dengan Phytagoras yang tidak membahas mengenai asal-usul alam semesta. Disini Heraclitos kembali membahas mengenai arche. Heraclitos berpendapat bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah Api. Ini berhubungan dngan pendapat para filsuf sebelumnya , yaitu Anaximander dan Anaximenes. Dia berpendapat bahwa " Dunia harus ditafsirkan dalam prosesnya bukan dalam hal bentuknya". Dan api sebagai unsur dasar mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Dia menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari benda melainkan terdiri dari proses-proses yang menciptakan dan menghancurkan serta terjadi secara terus-menerus.  "Ada adalah ada dan tiada adalah tiada" . Kalimat tersebut adalah tesis yang dikemukakan oleh Permanides, seorang filsuf yang berasal dari Elia. Permanides adalah orang pertama yang memikirkan tentang hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada selama dia nyata, dan dapat dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang tidak ada. Karena itu, yang ada (nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi. Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides ini membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena gerak akan mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menuju tidak ada. Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru, sedang sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang tidak ada sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit dari rasionalisme. Filsuf selanjutnya adalah Demokratis (420 SM) yang berasal dari Abdera. Dia beranggapan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang tersusun dari sekumpulan Atom. Hal ini berangkat dari pernyataan bahwa segala yang misterius yang tampak pada realitas adalah atom. Atom adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan lagi dari hal yang paling kecil dan memiliki sifat yang tidak terbatas. Sehingga dengan anggapan tersebut, Demokritos dikenal sebagai Atomist. Demikian pengenalan para Filsuf Alam dan pemikirannya yang berbeda-beda. Namun memilih satu kesamaan yang sangat kentara, yaitu, mereka sama-sama memiliki daya pikir kritis dan menguraikan apa yang mereka paparkan secara analitis sesuai dengan zaman ketika mereka hidup. 

Antara jemari 6 dan jemari 5


Aku tenggelam dan hilang di balik sebuah pusara di ujung desa. 

Aku merasa jenuh bahkan muak mendengarkan cacian dan makian garis-garis tak jelas yang harus aku torehkan setiap akhir bulan di kelurahan.

Aku merasa kacau, ketika huma menolak keberadaan jiwa-jiwa yang aku kumpulkan dan kujaga didalam raga hingga hari pemulangan.

Bunyi-bunyi yang mengacaukan serta memekakkan telinga hinggap setiap saat ketika para Bigot yang lebih nyaman disebut RSA datang.

Mereka bilang " hei pelacur!! Kau tak pantas dianggap manusia!! Kau adalah hewan!! ".

Terasa sakit, tapi apalah kata hati yang tak mampu mengekspresikan dirinya melalui tindakan.

Hanya berpasrah pada waktu dan keberuntungan yang tak kunjung menjemput harapan.

Lima belas hingga tiga puluh orang berbaju mulia katanya. Namun sebenarnya amoral dalam tindakannya kembali memasuki ruang.

Dimana aku dijadikan sebuah permainan yang mereka anggap untuk menggugurkan kesenangan dan kenikmatan.

Ketika aku bertolak dari mereka, mereka akan menangkapku dipojokkan ruang dan memberikan ratusan kata-kata berkonotasi ancaman.

Ratusan orang berambut jarang telah menjamahku sejak pertama kali aku datang di tempat ini, tempat dimana semua bajingan berada.

Selepas kubebas dari cengkeraman-cengkraman itu. Aku lari sekencang-kencangnya. Namun akhirnya aku hanya tetap tinggal dalam jari-jemari mereka. 

Aku dan semua wanita yang pernah merasakannya merasa begitu hancur.

Bagaimana mereka bisa menganggap kami pelacur. Merekalah yang sepantasnya disebut pelacur!

Dengan bangga membawa suatu tanda hadiah dari atasan bernama Tamtama.

Mereka melacurkan dirinya pada negara. Namun sebenarnya hanya untuk membantu kudeta.

Kenapa aku dan semua wanita yang dianggap partisan malah yang kena imbasnya?

Teruntuk semua dosa yang kalian lakukan. Terpaksa merasa jumawa meski hati tak rela.

Minggu, 08 Oktober 2017

Paradoks Konspirasi Mayapada

Serupa pesan yang tak sampai dalam mandat yang terlanjur tertutup.

Lebih mengedepankan akal dengan membiarkan penalaran meredup.

Serupa Sisifus yang paham memaknai anti-iterasi pengulangan.

Yang menuntut agar akal dan nalar menjadi paradoks yang ditinggikan.

Dan bagaimana lupa merubah sejarah tentang Tesla pada skema inti.

Tentang harus menjadi makelar ekonomi pengaruh paling fundamental diatas bumi

Bangkitkan kesadaran....

Ibnu sina dengan proyeksi dalil langitan tentang firman dan makna kebenaran.

Al buruni dengan ilmu yang anti-stagnan dengan mengestetika pemahaman.

Maka repetisi pada kejenuhan para cendekia muda dan ide yang dianggap gila.

Tentang NASA dan sandiwara angkasa

Tentang pembelot dan proletar kuasa.

Tutup hati dengan ideologi anti-mitra.

Paradoks bahwa mayapada hanya 'flat' adanya.


Yogyakarta, 6 Agustus 2016

Dispartasi Komunal

Lahir dengan tubuh yg tak utuh.
Hidup dengan label pesuruh.
Dan mati dengan dibunuh.
Pada mereka yg menolak taat ataupun patuh.
Dengan serikat yg mengatasnamakan tuhan.
Yang selalu berkampanye dengan mengaitkan iman.
Dan untuk apa perumpamaan 'hewan' sebagai label yang pas untuk dikalungkan.
Mereka yang sempat mendominasi dihadapan kotak suara.
Mereka yang sempat membahagiakan kita dengan ketentraman serta persatuan.
Harus hilang oleh sekte 'sok benar' yg selalu berlalu lalang.
Dan menghilangkan 'mereka' yang berusaha agar merdeka.
Tirani tak kan pernah hidup di dalam jiwa 'mereka'

Terlatih oleh Dogma

Semua hal yang terlanjur dijejali dengan banyak paham.

Semua unsur yang menolak sadar tanpa mengedepankan pitam.

Tapi untuk apa mengatur propaganda sedemikian rupa.

Untuk mendikte bahwa otoriter adalah pemegang paten hak mayapada.

Kita sebut mereka Kreator pembalik antara bathil dan dusta.

Akal akan terasa usang.

Iman akan terasa terbuang.

Hati menjadi pekat serta menghitam

Janji terlalu jauh dengan bukti tuhan.

Tuhan tak pernah mengklaim ideologi kalian adalah tujuan.

Agama tak pernah merujuk bahwa pergerakan kalian adalah iman.

Selamatkan kami dengan membuat chaos

Dengan order membuat plat pemahaman saros.

Tutupi muka dengan Pergerakan kosmos

Terapi Lisan

Traktasi kepada pemberi janji berpagar konspirasi.

Yang lupa akan janji bahwa mereka yg kredibel dalam setiap lini.

Tapi tetap saja pialang masih menjadi momok para perantau sebagian negeri.

Bicu dengan uang.

Bicu dengan perempuan.

Bicu dengan lisan tanpa ucapan.

Mistifikasi yang dibuat agar terlihat menawan serta menakutkan para kalangan.

Kami bukanlah hewan yang tunduk pada ucapan.

Karena kalian hanya terapi lisan.

Karena kalian hanya hidup demi selangkangan.

Karena kalian hanya hidup bernafaskan uang.

Disorientasi yang terjadi pada mitra yang sempat tawarkan rangkulan.

Bukan demi bukti yg hanya terbang di jumantara.

Bukan demi nyali yg hilang tenggelam karena takut dengan 'raksasa'

Cukupkan praktek terapi lisan pada negara.


Yogyakarta, 6 Agustus 2016

Dinamika Doktrin Masa Kecil

Dan mereka yang lihai dalam mengatur plot

Mengganti undang-undang serupa bigot

Mengeja perbait dengan logat yang asing 

Memutar balikkan kebenaran dengan jargon

Pemancing.

Moral,kuasa dan stigma pada negeri ini.

Lihat dengan kelopak mata dengan tegap berdiri.

Bromocorah yang hadir di setiap lini kehidupan para rentenir.

Dan mereka yang bangga mengusung label partilkelir.

Semua tentang abolisi yg tak diundang.

Semua tentang penyetaraan dengan memaksa logika terbuang memasang plakat kafir.

Afimasi terdaftar pada leher tirani pembuat sejarah kelam mayapada bumi pertiwi.

Dan doktrin masa kecil yang harus terkenang meski zaman telah berganti.