Pola pikir para filsuf lah yang pertama kali mengenalkan bagaimana caranya berfilsafat dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan memahami hal-hal yang ada disekitar kita. Yunani sebagai tonggak penting dalam lahirnya Pola pikir berfilsafat, yaitu sekitar abad ke 7 SM. Dari situlah awal kemunculan semua pola pikir berfilsafat yang berkembang sampai sekarang. Namun dalam perkembangannya, filsafat pun terbagi menjadi dua. Pertama, Filsafat Alam dan yang kedua, Filsafat Klasik. Namun kali ini saya hanya akan membahas mengenai Filsafat Alam saja.
Pada awal kemunculan filsafat, di Yunani muncul para pemikir yang dijuluki Filsuf Alam. Mereka dijuluki demikian karena mereka lah yang pertama kali mengkaji dan menelusuri perihal asal muasal alam semesta ini. Mereka juga disebut sebagai orang-orang yang paling radikal, karena merekalah yang pertama kali berani melepaskan diri Kungkungan mitologi Yunani yang sangat di percaya oleh nenek moyang mereka. Mereka mencoba mencari dan menelusuri bagaimana alam semesta ini ada serta mencari hal-hal yang mendasar guna memudahkan untuk memahaminya. Yang pertama adalah Thales (625-545 SM). Dia adalah orang yang pertama yang melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat. Dia juga adalah orang yang pertama menolak dan tidak mempercayai tentang mitologi Yunani serta orang yang pertama kali menanyakan perihal asal muasal dunia ini. Thales berpendapat bahwa Air adalah unsur pertama dan yang terpenting dalam proses pembentukan alam semesta ini. Dia berpendapat demikian karena air teramat penting dalam kehidupan dan semua makhluk hidup memerlukannya untuk tetap melangsungkan hidupnya. Hal tersebut yang mendasari kenapa Thales berpendapat demikian. Semua akan mati jika ketiadaan air dan ketiadaan Air akan menyebabkan banyak permasalahan. Air dapat menjadi uap atau gas, begitu juga dapat berubah menjadi padat seperti es. Sederhananya air dapat berubah menjadi apa saja. Itulah kenapa Thales berpendapat bahwa Air menjadi unsur penting dalam pembentukan alam semesta ini. Lalu filsuf alam yang kedua adalah Anaximander (610-547 SM). Anaximander berpendapat bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada dan hal itu bersifat tak terbatas. Hal ini menjadi Antitesis Anaximander untuk Thales, yang mengatakan bahwa Air dapat berubah menjadi apa saja. Namun Anaximander memulainya dengan pertanyaan " Bagaimana caranya air dapat berubah menjadi api? ". Jadi, Air masih memiliki batasan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Anaximander bahwa satu hal tersebut yang menjadi asal mula yang ada di alam semesta ini harus bersifat tak terbatas. Dia berpendapat bahwa hal tersebut adalah Apeiron. filsuf alam selanjutnya adalah Anaximenes (585-494 SM). Berbeda dengan filsuf-filsuf yang sebelumnya menyebutkan bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah air seperti yang dikemukakan oleh Thales maupun Anaximander yang berpendapat bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah Apeiron. Anaximenes berpendapat bahwa udara lah menjadi unsur pembentuk alam semesta ini. Karena menurut Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi pemadatan dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah menjadi angin, air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah menjadi api. Ketiga filsuf diatas yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena mereka berasal dari daerah Miletus, salah satu nama kota di Yunani.
Sekarang kita bertolak dari Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Di kepulauan tersebut terdapat beberapa Filsuf Alam tinggal disana. Filsuf alam yang pertama adalah Pythagoras (572-500 SM). Pythagoras adalah salah satu pemikir yang melanjutkan pemikiran para filsuf sebelumnya, yaitu The Milesians. Dia berpendapat berbeda dengan filsuf-filsuf yang berada di Miletus. Disini dia tidak berpendapat mengenai asal-usul alam semesta, melainkan ia berpendapat bahwa segala sesuatu hakikatnya adalah Angka. Dia beranggapan bahwa semua benda memiliki batasan masing-masing dan batasan tersebut adalah Angka. Filsuf Alam selanjutnya adalah Heraclitos (470 SM). Berbeda dengan Phytagoras yang tidak membahas mengenai asal-usul alam semesta. Disini Heraclitos kembali membahas mengenai arche. Heraclitos berpendapat bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah Api. Ini berhubungan dngan pendapat para filsuf sebelumnya , yaitu Anaximander dan Anaximenes. Dia berpendapat bahwa " Dunia harus ditafsirkan dalam prosesnya bukan dalam hal bentuknya". Dan api sebagai unsur dasar mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Dia menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari benda melainkan terdiri dari proses-proses yang menciptakan dan menghancurkan serta terjadi secara terus-menerus. "Ada adalah ada dan tiada adalah tiada" . Kalimat tersebut adalah tesis yang dikemukakan oleh Permanides, seorang filsuf yang berasal dari Elia. Permanides adalah orang pertama yang memikirkan tentang hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada selama dia nyata, dan dapat dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang tidak ada. Karena itu, yang ada (nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi. Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides ini membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena gerak akan mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menuju tidak ada. Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru, sedang sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang tidak ada sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit dari rasionalisme. Filsuf selanjutnya adalah Demokratis (420 SM) yang berasal dari Abdera. Dia beranggapan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang tersusun dari sekumpulan Atom. Hal ini berangkat dari pernyataan bahwa segala yang misterius yang tampak pada realitas adalah atom. Atom adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan lagi dari hal yang paling kecil dan memiliki sifat yang tidak terbatas. Sehingga dengan anggapan tersebut, Demokritos dikenal sebagai Atomist. Demikian pengenalan para Filsuf Alam dan pemikirannya yang berbeda-beda. Namun memilih satu kesamaan yang sangat kentara, yaitu, mereka sama-sama memiliki daya pikir kritis dan menguraikan apa yang mereka paparkan secara analitis sesuai dengan zaman ketika mereka hidup.
0 komentar:
Posting Komentar