Senin, 09 Oktober 2017

Senja di Cabo de Gata

Sore hari itu, di pinggir tepian Pantai Cabo de Gata, Spanyol. Salah satu pantai terindah yang pernah kukunjungi. Dengan tebing-tebing tinggi yang panjang membentang hingga tak mampu dijangkau mata, mulai menampakkan selimut senjanya. Matahari kembali ke peraduan, tak urung ia juga akan muncul lagi keesokan harinya. Sedangkan air laut yang siang tadi terlihat biru kini mulai berwarna gelap dengan dibarengi pantulan warna senja yang mengawang-awang diatas permukaan air laut membuatnya nampak seperti cermin raksasa bagi sang mentari. Disisi lain Pantai Cabo de Gata, nampak sekelompok nelayan mulai menyiapkan kapal beserta peralatan untuk memancing malam hingga dini hari nanti. Ada yang nampak sibuk menyiapkan layar kapal yang seharian tadi dibiarkan menguncup. Dan yang lainnya sibuk memeriksa jaring-jaring, barangkali ada yang rusak maupun tak layak untuk dipakai. Di depan kesibukan para nelayan itu, duduklah seorang anak laki-laki berbaju hijau dengan motif bunga-bunga dan memakai celana pendek dengan berbahan jeans, namun nampak telah usang. Sejak tadi kulihat ia hanya diam menatap jauh ke arah tengah laut. Tatapannya sangat tajam dan tegas, seolah memberi makna mendalam kenapa ia duduk bersila menghadap ke laut. Di sela-sela kapal para nelayan, kulihat juga seorang gadis tegap berdiri membelakangi laut. Namun dia hanya berdiam, sama halnya dengan anak laki-laki tadi. Gadis berambut blonde dengan kulit yang berwarna agak terang itu diam tak bergeming beberapa saat. Dengan postur yang tinggi, sangat terlihat jelas buah dada dan lekukan badannya yang tidak tertutup oleh badan kapal yang mengelilinginya. Di seberang gadis blonde itu berdiri, berjajar warung-warung yang mulai membereskan barang jualannya. Dan mulai menyalakan lampu dengan warna temaram yang hanya menyinari pasir-pasir yang berada disekitar warung-warung tersebut. Dan kulihat beberapa orang yang sejak tadi berjemur atau sekedar main air maupun mandi di laut, segera menepi dan mulai beranjak pulang. Semua bergerak dengan semestinya, matahari mulai tenggelam, burung-burung camar bergerak menjauhi senja, ombak laut mulai menenangkan dirinya, layar-layar kapal milik nelayan mulai dikembangkan, gadis blonde yang tadi berdiam kini mulai berjalan bergerak ke arah motel, desir pasir masih terdengar disertai deru ombak yang menarik serta menghantarkannya kembali ke tepi pantai, orang-orang mulai membereskan perlengkapan renang milik mereka dan bergegas kembali ke motel, semua bergerak, kecuali aku yang masih tetap tiduran bersantai dengan menatap senja dan anak laki-laki tadi yang tetap berdiam bergeming, seolah kami memiliki perasaan yang sama, yaitu menikmati senja sebagai wujud cinta dan rindu terhadap bukti ciptaan Tuhan yang tak bisa dinikmati hanya dengan melihat dengan mata saja. Namun, seharusnya melihatnya dengan hati. Selang beberapa saat matahari mulai tak nampak lagi. Anak laki-laki itu juga mulai beranjak pergi untuk pulang. Tapi aku masih tetap disini, aku masih ingin menikmati ciptaan tuhan, ciptaan yang seharusnya dinikmati dengan makna estetika sebenarnya, sembari berdzikir. Begitulah caraku melihat Tuhan dengan cara kunikmati keindahan dari ciptaannya. Seperti halnya dengan Ibadah yang kulakukan beriterasi setiap waktu sebagai wujud seorang hamba. Lantas malam tiba, aku mulai lelah dan capek. Kucukupkan untuk hari ini. Tak lupa ku berucap " gracias a Dios por esta hermosa tarde ". Sambil menengadahkan ke langit yang mulai gelap. Lantas kulangkahkan kakiku bertolak dari pantai menuju kamar motel. 

0 komentar:

Posting Komentar