Selasa, 31 Oktober 2017

All Cats are Beautiful

Sebagaimana kita kenal, kucing merupakan salah satu hewan yang bisa menjadi piaraan dirumah yang lucu atau bahkan menggemaskan dan tentunya bisa menjadi hewan penurut kepada pemiliknya seperti kawan rivalnya, Anjing. Mitos mengenai kucing sendiri diantaranya kucing adalah salah satu hewan yang sering kali dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat magis atau kucing yang terkenal di kalangan orang awam bahwa ia memiliki sembilan nyawa dan banyak mitos-mitos lain mengenal kucing. Namun dalam pribadi saya, saya menyukai kucing bukan karena hal-hal di atas tadi. Tapi sifat yang pendiam dan bijaksana menurut saya, yang membuat kucing menjadi salah satu hewan peliharaan dirumah yang paling saya suka. Sifatnya yang pendiam dan selalu waspada menggambarkan bagaimana sosok aslinya, yang penuh dengan tanda tanya, tidak seperti Anjing maupun peliharaan yang lain yang banyak gerak atau banyak tingkah. Dalam dunia pergerakan kolektif sekalipun, kucing sering kali dipakai sebagai logo oleh beberapa gerakan kolektif. Apalagi jika kita mampu mengenal lebih dalam tentang sejarah kucing di peradaban masa lalu, banyak yang menggunakan simbol-simbol berbentuk kucing. Entahlah, saya pribadi belum tahu perihal itu, yang saya yakini bahwa kucing adalah hewan yang termasuk istimewa. Memang benar kecantikan dan perangai kucing menarik untuk pelajari.

ALL CATS ARE BEAUTIFUL

Kickside dan Santri

Sekitar empat tahun yang lalu, persis pada bulan ini; bulan Oktober, tepatnya pada tanggal 10 Oktober 2013, salah satu hip-hop unit lahir dari riuhnya keramaian dan indahnya lantunan bacaan ayat-ayat Alquran yang menggaung di sepanjang lorong-lorong asrama pondok pesantren. Hip-hop unit itu bernama KICKSIDE. Diantara keheningan asrama, di salah satu kamar dari deretan kamar-kamar yang berjejer di asrama, terdengar suara-suara parau dari dua orang santri yang memaksakan suaranya untuk tetap terdengar merdu sembari mencari rima yang pas dan berusaha mengikuti ketukan kick dan snare dari beat-beat gratisan yang mereka dapat dari Youtube. Ketika sedang mempunyai waktu luang, selepas setoran atau ngaji, sepanjang malam mereka berdua akan bertemu untuk bertukar ide serta membahas lirik-lirik yang akan mereka tulis, meskipun lirik-lirik tersebut belum memiliki rima yang pas dan belum mampu membuatnya memiliki nilai-nilai metaforik. 
Dua orang tersebut adalah saya dan salah satu kawan saya yang biasa dipanggil M a d s u r e. Sseorang yang religius dan salah satu santri teladan. Berbeda dengan saya yang memiliki perangai buruk serta reputasi yang sama buruknya pula ketika masih nyantren di sana. Untuk ke depannya, M a d s u r e akan memiliki peran penting dalam hip-hop unit yang terhitung labil itu. Dia akan menyibukkan diri untuk membuat beat-beat yang akan dieksekusi oleh kami berdua, lebih enaknya dia disebut Beatmaker, sedangkan saya hanya mengeksekusi beat-beat yang telah dia buat. 
Singkat cerita, setelah hanya bertemu dan menirukan lirik-lirik dari beberapa hip-hop unit tua dari Jogja, NOK 37 salah satu contohnya, kami mengalami kegelisahan yang tak berujung. Semua bermula ketika kami berdua memutuskan untuk membuat lirik sendiri dan memaksakannya segera masuk ke dapur rekaman meskipun kami hanya memakai free beat yang kami dapat dari Youtube. Beberapa Minggu kemudian, kami mulai berencana untuk memasukkan lagu-lagu mentahan ke dapur rekaman. Tanpa pikir panjang, kami segera mencari studio rekaman dan untungnya ada salah satu kawan yang memiliki studio rekaman khusus untuk mereka yang memiliki hip-hop unit. Studio rekaman itu bernama EVERGREEN Studio, salah satu studio rekaman yang berada di daerah Bantul kota.
Sehari setelah menghubungi empunya studio itu, kami berdua lantas menyegerakan untuk ke sana. Tapi karena kami adalah santri dan kami memiliki batasan-batasan tersendiri, berbeda dengan anak-anak sekolah biasanya, kami tak memiliki transportasi untuk ke sana. Maka kami putuskan untuk meminjam motor salah satu kawan kami yang membawa motor tapi naasnya, ketika hendak berangkat, hujan turun dengan seyogyanya karena saat itu sudah memasuki musim penghujan. Kami sempat mengurungkan niat, namun karena kami sudah berjanji booking studio untuk hari itu maka kami paksakan untuk tetap ke sana.
Sesampainya di studio rekaman, kami langsung bertemu dengan kawan kami yang empunya studio itu. Beberapa saat kami ngobrol mengenai bagaimana ketentuan dan cara saat akan direkam, karena saat itu kami rekaman untuk pertama kalinya. Meskipun sebelumnya kami pernah mencoba rekaman sendiri dengan aplikasi Adobe Audition yang menggunakan mic a l a kadarnya yang terbuat dari bagian dari headphone warnet rusak yang kami dapat di gudang lab komputer di pondok, dan tentu kasusnya berbeda dengan rekaman di studio rekaman yang sesungguhnya. 
Setelah selesai mengobrol dan menentukan tema serta beat-beat mana yang akan dipakai, kami siap untuk masuk ke bilik rekaman. Ada sekitar tiga lagu mentah yang akan kami ubah menjadi audio yang enak didengar diantaranya: Suka Duka KawanBack in Da Track, dan Peluang. Namun, ke depannya, karena pertimbangan yang berat, lagu-lagu tersebut kami hapus karena masih memakai freebeat dari YouTube. Bukan karena apa, tapi kami berusaha menjaga orisinilitas dari beat dan lirik-lirik yang kami buat meskipun tidak sampai taraf yang memang dibilang jago dalam kedua hal itu. Beberapa hari setelah selesai rekaman lagu-lagu tersebut menyebar ke telinga anak-anak tongkrongan. Hingga suatu ketika ada kawan yang menawarkan kami untuk mengisi salah satu acara di daerah jalan Magelang, tepatnya di Balai Desa dekat MAN 3 Yogyakarta. Kami merasa begitu kaget serta terkejut karena sebenarnya kami membuat lagu-lagu tersebut hanya untuk koleksi pribadi dan dinikmati secara pribadi saja bukan untuk ditampilkan ke khalayak umum namun tanpa pikir panjang kami mengiyakan tawaran tersebut. 
Itulah pertama kali kami mengeksistensikan lagu-lagu kami bukan secara verbal tapi juga secara visual. Dengan masih grogi ketika naik panggung, kami mengatasi demam panggung tersebut dengan berjalan ke sana kemari mengitari panggung. Bahkan saya sempat muntah sebelum naik ke panggung. Entah karena apa, mungkin karena nervous dan kekhawatiran yang berlebihan. 
Setelah selesai acara, kami dipanggil oleh panitia acara. Panitia tersebut melayangkan satu amplop putih kepada saya. Setelah saya buka ternyata isinya uang senilai Rp100.000,00. Pertama kali kami perform dan kami diberikan uang, hal itu membuat kami merasa begitu bangga. Setelah perform pertama kami itu, kami sering diundang untuk mengisi acara atau gigs di sekitar kota Jogja maupun di luar kota Jogja. Pernah sekali kami diundang untuk mengisi acara pembukaan salah satu kafe di daerah Nologaten. Pernah juga kami diundang untuk mengisi acara di Bantul Expo 2015 dan masih banyak lagi serta kami juga beberapa kali mengisi acara-acara di luar kota seperti di Semarang, Pekalongan, Purbalingga dan Purwodadi. 
Hingga sekarang KICKSIDE sudah membuat beberapa lagu-lagu. Namun, sayangnya banyak lagu yang memang tidak dipublikasikan atau tidak disertakan link untuk men-download. Dari beberapa lagu yang masih bisa kawan-kawan download, ada dua lagu yang sampai sekarang masih disukai oleh beberapa kawan. Dua lagu tersebut berjudul Manipulasi Arah Kiri dan Causa Prima
Lagu Manipulasi Arah Kiri menjelaskan secara eksplisit dan blak-blakan mengenai peristiwa 65, lagu tersebut diinsiniasi oleh salah satu kawan dari Tangerang, Bone namanya. Dan lagu yang kedua, yaitu Causa prima menceritakan tentang sebab primer atau sebab utama dari alam semesta. 
.
Saat ini, KICKSIDE tidak seproduktif dulu. Mungkin karena saya pribadi dan kawan saya tidak memiliki waktu banyak untuk mengobrol dan lain sebagainya. Namun, kami mempunyai proyek ke depannya untuk membuat Album LP. 
Sekedar intermezzo saja cerita di atas, ada hal yang saya pribadi perlu ucapkan untuk sebuah perjalanan yang memang masih seumur jagung. Saya pribadi mengucapkan terimakasih kepada KICKSIDE dan semua proses di dalamnya yang mengajarkan banyak hal kepada saya. Mungkin terlambat untuk mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada KICKSIDE. Tapi saya dan kawan-kawan yang sudah membantu serta mendukung KICKSIDE sampai sekarang, mengucapkan SELAMAT ULANG TAHUN KICKSIDE !! LONG LEFT KAMERAD!!

Senin, 09 Oktober 2017

Senja di Cabo de Gata

Sore hari itu, di pinggir tepian Pantai Cabo de Gata, Spanyol. Salah satu pantai terindah yang pernah kukunjungi. Dengan tebing-tebing tinggi yang panjang membentang hingga tak mampu dijangkau mata, mulai menampakkan selimut senjanya. Matahari kembali ke peraduan, tak urung ia juga akan muncul lagi keesokan harinya. Sedangkan air laut yang siang tadi terlihat biru kini mulai berwarna gelap dengan dibarengi pantulan warna senja yang mengawang-awang diatas permukaan air laut membuatnya nampak seperti cermin raksasa bagi sang mentari. Disisi lain Pantai Cabo de Gata, nampak sekelompok nelayan mulai menyiapkan kapal beserta peralatan untuk memancing malam hingga dini hari nanti. Ada yang nampak sibuk menyiapkan layar kapal yang seharian tadi dibiarkan menguncup. Dan yang lainnya sibuk memeriksa jaring-jaring, barangkali ada yang rusak maupun tak layak untuk dipakai. Di depan kesibukan para nelayan itu, duduklah seorang anak laki-laki berbaju hijau dengan motif bunga-bunga dan memakai celana pendek dengan berbahan jeans, namun nampak telah usang. Sejak tadi kulihat ia hanya diam menatap jauh ke arah tengah laut. Tatapannya sangat tajam dan tegas, seolah memberi makna mendalam kenapa ia duduk bersila menghadap ke laut. Di sela-sela kapal para nelayan, kulihat juga seorang gadis tegap berdiri membelakangi laut. Namun dia hanya berdiam, sama halnya dengan anak laki-laki tadi. Gadis berambut blonde dengan kulit yang berwarna agak terang itu diam tak bergeming beberapa saat. Dengan postur yang tinggi, sangat terlihat jelas buah dada dan lekukan badannya yang tidak tertutup oleh badan kapal yang mengelilinginya. Di seberang gadis blonde itu berdiri, berjajar warung-warung yang mulai membereskan barang jualannya. Dan mulai menyalakan lampu dengan warna temaram yang hanya menyinari pasir-pasir yang berada disekitar warung-warung tersebut. Dan kulihat beberapa orang yang sejak tadi berjemur atau sekedar main air maupun mandi di laut, segera menepi dan mulai beranjak pulang. Semua bergerak dengan semestinya, matahari mulai tenggelam, burung-burung camar bergerak menjauhi senja, ombak laut mulai menenangkan dirinya, layar-layar kapal milik nelayan mulai dikembangkan, gadis blonde yang tadi berdiam kini mulai berjalan bergerak ke arah motel, desir pasir masih terdengar disertai deru ombak yang menarik serta menghantarkannya kembali ke tepi pantai, orang-orang mulai membereskan perlengkapan renang milik mereka dan bergegas kembali ke motel, semua bergerak, kecuali aku yang masih tetap tiduran bersantai dengan menatap senja dan anak laki-laki tadi yang tetap berdiam bergeming, seolah kami memiliki perasaan yang sama, yaitu menikmati senja sebagai wujud cinta dan rindu terhadap bukti ciptaan Tuhan yang tak bisa dinikmati hanya dengan melihat dengan mata saja. Namun, seharusnya melihatnya dengan hati. Selang beberapa saat matahari mulai tak nampak lagi. Anak laki-laki itu juga mulai beranjak pergi untuk pulang. Tapi aku masih tetap disini, aku masih ingin menikmati ciptaan tuhan, ciptaan yang seharusnya dinikmati dengan makna estetika sebenarnya, sembari berdzikir. Begitulah caraku melihat Tuhan dengan cara kunikmati keindahan dari ciptaannya. Seperti halnya dengan Ibadah yang kulakukan beriterasi setiap waktu sebagai wujud seorang hamba. Lantas malam tiba, aku mulai lelah dan capek. Kucukupkan untuk hari ini. Tak lupa ku berucap " gracias a Dios por esta hermosa tarde ". Sambil menengadahkan ke langit yang mulai gelap. Lantas kulangkahkan kakiku bertolak dari pantai menuju kamar motel. 

Ikat Rambut, Kacamata dan Semangkuk Mie ( Bagian I )

Di pagi yang cerah, di atas kasur di dalam salah satu kamar kos di sebuah tempat di pinggir kota, di mana aku hanya menetap tinggal sementara. Aku terbangun. Karena telah nampak seberkas cahaya menembus lubang-lubang ventilasi kamar yang tertutup oleh kertas bekas salah satu majalah porno yang mungkin tahun lalu aku terakhir membaca dan melihat-lihat konten apa saja yang disajikan. Lantas setelah aku sadar bahwa jarum jam sudah memukul angka setelah angka lima sebelum angka tujuh itu,  suara-suara kebisingan pagi  mulai menunjukkan seringainya dengan kegiatan-kegiatan yang sebenarnya hanya beriterasi pada pengulangan di setiap harinya. Bunyi-bunyi itu berasal dari gesekan beberapa batang lidi yang memutuskan untuk berkumpul menjadi satu ikatan dan dibantu tukang kebun penghuni kos sebelah kamarku. Dengan ayunan pelan namun menghasilkan suara parau karena sapu yang ia pegang dengan sangat kuat dan tegas menyeret ujung-ujung lidi, yang sebenarnya malah menimbulkan suara yang bagiku sangat memekakkan telinga. Tak lupa pula suara air keran dari wastafel dipojok kos yang tetap dibiarkan mengalir karena tetangga sebelah masih sibuk mengurus hal-hal lain. Sehingga air itu ia biarkan mengalir sebebas-bebasnya. 
Lalu aku beranjak dari tempat tidur dan kucoba membuka kedua kelopak mataku sampai terbuka. Hingga cahaya yang lewat didepan mata membuat mataku terasa perih seperti diteteskan perasan jeruk nipis ala soto ayam langgananku di pojok jalan didepan kosku. Lalu aku tersadar bahwa hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana semua orang memang seharusnya tetap terjaga di tempat paling nyaman untuk mengindahkan keinginan tubuh bermalas-malasan di tengah pulau kapuk yang sebenarnya hanya sebuah karpet berisi busa sisa-sisa busa peredam studio rekaman milik salah satu temanku yang sudah usang dan tidak dipakai lagi. Lantas aku menyulapnya menjadi kasur impian yang empuk meskipun faktanya hanya membuat jarak tubuh dan lantai kamar kos menjadi tidak terlalu berjarak dan tetap terasa dingin dimalam hari, terutama di musim penghujan. Dan aku bergerak kepinggir kasur dan masih dalam posisi tidur terlentang. Aku mulai meraba-raba lantai, aku mencoba mencari handphone yang semalam telah aku charge ulang di pojok kamar disebelah kasur yang aku sangkutkan ke meja belajarku. Lantas setelah kudapatinya, aku membuka pola kunci handphoneku. Bisa dibilang aku termasuk orang paling alay. Karena, aku membuat pola yang sangat rumit bahkan aku sendiripun kadang kesal karena kerepotan jika akan memakai handphone dalam keadaan yang urgensi. Hal itu kulakukan karena sangat sering teman-temanku meminjam handphoneku untuk menjahili perihal akun-akun sosial mediaku. Karena sebab itulah, sangat wajar kalau aku membuat pola kunci yang sangat rumit.
Setelah aku berhasil membuka pola kunci yang alay itu. Aku terkejut melihat notif di salah satu akun sosial mediaku menunjukkan notifikasi yang terhitung banyaknya. Lantas aku buka, dan kudapati bahwa salah satu kawanku meneleponku berkali-kali. Sangatlah tidak wajar, kenapa dipagi yang masih terhitung buta bagiku, ia menelpon hingga dua puluh tujuh kali. Dalam benakku, aku berpikir bahwa ada hal yang sangat penting yang menyangkut diriku. Kawanku itu bernama Fery. Ia salah satu kawanku di kampus, ia terkenal playboy kepada adik tingkat maupun kakak tingkat, terutama di jurusan perkuliahanku. Setelah kusadari bahwa ia menelponku karena alasan yang sangat urgensi menurutku. Lalu aku mencoba menelpon balik dia. Alhasil setelah beberapa saat aku menunggu, akhirnya ia mengangkat. Tanpa sempat aku memulai obrolan untuk menanyakan perihal kenapa ia menelponku berkali-kali apalagi matahari masih enggan keluar dari tempat bersemayamnya, ia langsung berkata dengan nada keras namun disertai ketakutan. Ia berkata : "Laptop dan hapeku hilang slenk!!!, Coba Carikan temenmu yang bisa Merawang atau apalah!". Setelah sekian detik aku diam, karena buat apa juga aku peduli dengan laptop atau handphone miliknya. Tapi setelah lama bergeming, aku berpikir bahwa walaupun dia memang sangat menyebalkan, ia tetap temanku. Lalu aku jawab dengan nada pelan seperti nada bicara nenek-nenek tukang sayur dipasar, aku menjawab dengan bahasa Jawa yang kasar kepadanya. Aku jawab : "Pie-pieLa kok iso ilang Ki kepie?? Koe ne wae teledor ke delehke." ( Gimana-gimana? Kok bisa hilang itu gimana ceritanya? Kamunya aja yang teledor dan lupa menaruhnya."). Lantas ia menjelaskan kronologinya dan aku hanya mengiyakan, karena didalam lubuk hatiku aku masih merasa ngantuk dan lelah dan pastinya aku akan bosan jika dipagi hari seperti ini aku dibangunkan oleh hal-hal yang aku memang tidak suka. Setelah selesai mendengarkan keluh kesahnya aku akhirnya menutup telpon, tidak lupa aku juga tadi terlanjur berjanji untuk membantunya menemukan laptop dan handphone miliknya yang hilang. Setelah itu aku mencoba memberanikan diri menegakkan tubuhku dan berjalan ke kamar mandi, dimana tempat aku sering mengadakan konser solo kecil-kecilan dan langsung mandi.

Kupakaian kaos polos yang baru saja aku ambil dari tumpukan londri di pojok belakang pintu. Karena tidak mempunyai lemari baju, lantas baju, celana dan apapun itu, aku letakkan sedemikian rupa hingga nampak rapi. Meskipun, tetap saja jika lihat oleh orang lain, hal ini merupakan distorsi estetika. Tak lupa juga aku memakaikan rompi jeans a l a punk-ku, yang hampir empat bulan ini aku tidak mencucinya, hanya aku gantungkan di paku yang kutancapkan di belakang pintu. Hingga jika malam datang dan aku lupa menyalakan lampu temaram kamar kos ku. Alhasil, nampak seperti orang yang berdiri dibalik pintu. Padahal hanya beberapa baju yang menggantung. Tak lupa aku semprotkan parfum harga dua belas ribuan yang biasa disediakan di counter-counter penjual pulsa. Ya memang ukurannya terhitung kecil. Namun, wangi semerbaknya sangatlah kuat dan tegas. Hampir aku lupa untuk memakai celana. Karena terlalu asyik menikmati harumnya parfum yang membuatku lupa akan pentingnya aurat di bawah pusar, diatas lutut yang sepatutnya harus aku tutupi. Kupakaian celana jeans yang berlubang, terkena puntung rokokku sendiri. Karena tak sengaja asbak dimana aku taruh rokokku yang masih menyala-nyala itu aku duduki. Hasilnya sangat  berseni, dengan lubang seperti ilustrasi tulang tengkorak dalam album-album Agnostik Front, band punk favoritku semasa SMA.

Setelah semua siap dan terlihat rapi bagiku. Aku sempatkan berkaca sejenak. Dan kulihat banyak jerawat yang tumbuh di sekitar pipi,  dibawah kantung mataku. Hingga nampak seperti jalanan terjal yang pastinya tidak akan membuat perjalanan sebuah bis patas akan nyaman. Jenggot yang jarang-jarang namun pasti, masih memancarkan keanggunannya. Serta kumis tipis, setipis roti lapis yang dijual setiap pagi mengelilingi sekolah-sekolah, masih tak bergeming jika ada angin sepoi-sepoi menghantamnya. Karena hari ini adalah hari Minggu, seperti biasanya, kegiatan pertama adalah mencari makan. Lantas aku beranjak ke arah parkiran motor didepan kos, yang memang seadanya, karena lahan parkir yang tidak memadai, ada beberapa motor milik tetangga kamar sebelah, sering tidak mendapatkan tempat parkir didalam. Akhirnya, mau tidak mau, motor harus diparkir diluar kos, tepatnya didepan gerbang masuk. Kakiku kuangkat perlahan-lahan menuju parkiran. Dan masih terlihat tukang kebun masih sibuk membersihkannya sampah dedaunan yang setiap harinya tidak jemu menjatuhkan dirinya dihalaman kos. Hingga jika bertepatan tukang kebun libur. Maka, halaman depan kos nampak seperti tempat yang tak pernah dikunjungi orang, karena banyak dedaunan yang kering berjatuhan dan memenuhi halaman depan kos.

Setelah sampai diparkiran, lantas aku coba nyalakan motor tuaku, motor CB 💯, yang aku modifikasi sedemikian rupa hingga nampak seperti motor mahal. Dengan balutan  cat hitam dop yang mempesona. Namun sering kali rewel. Setelah itu, aku lepaskan gas motorku dan meluncur ke warung mie langgananku, sekitar dua kilometer dari kos. 

Sesampainya di warung mie, langsung aku paksakan standar motorku untuk kembali berdiri tegak guna menopang motor CB 💯 kesayanganku. Tak lupa kulepas helmku yang  tanpa kaca itu. Lalu aku taruh  helmku di atas jok yang masih terlihat hitam mengkilap dan gagah, karena seingatku baru dua minggu yang lalu aku menggantinya dengan yang baru. Lantas aku masuk warung dengan melewati beberapa pelanggan yang akan atau sudah memesan maupun yang hendak membayar hingga aku harus meliak-liukkan tubuhku agar bisa melalui keramaian huma itu. Sampailah aku di depan kasir, dimana Teteh selalu ada disitu sepanjang hari hingga warung mie tutup. Teteh merupakan seorang wanita paruh baya, yang mungkin pada bulan depan, bulan Agustus, ia akan menginjak umur yang ke-65. Namun, ia masih terlihat semangat untuk tetap bekerja. Meskipun begitu, aku sangat paham dan aku mampu melihat dengan jelas kucuran keringat dari keningnya yang mulai berkerut serta kantung matanya yang mulai menggantung. Dengan kode salam dua jari, salam khas antara aku dan Teteh maupun pegawainya, aku memesan makanan seperti biasanya, mie rendang tidak pakai irisan sawi dan ditambah kuah setengah mangkuk. Dengan gerak cepat Teteh lalu memberitahu salah seorang pegawai yang ada dibelakang untuk segera membuatkannya. Lalu aku menuju ke meja, dimana memang sepatutnya aku menunggunya disana. Karena tidak etis jika menunggu didepan kasir, dimana para pelanggan mengantri untuk memesan ataupun akan membayar. Lalu aku tarik keluar kursi dari bawah meja, kursi berbahan plastik berwarna biru yang sudah nampak usang. Lalu aku persilahkan pantatku yang sudah meraung merasakan pegal untuk segera aku dudukkan di atas kursi kecil berwarna biru yang sebelumnya bersembunyi dibawah kolong meja itu. Selang beberapa saat, sekitar delapan menit, mie rendang kesukaanku telah jadi. Aku bisa merasakan aroma kuah rasa rendang itu memanggilku dari kejauhan, saat dibawa oleh seorang pegawai yang memakai baju putih yang berkerah merah. Lalu mangkuk mie rendang itu dilayangkan di samping mukaku, hampir saja terjatuh karena terkena gerakan cepat kepalaku yang menoleh. Mataku masih terpaku pada mangkuk mie yang telah ada didepanku beberapa saat. Tiba-tiba pandanganku teralihkan pada dua benda, sebuah ikat rambut dan kacamata minus yang memiliki frame dari Kuningan yang melebar. Kedua benda tersebut ternyata sejak tadi ada disitu, dibalik botol kecap dan botol saus. Dalam benakku, aku berpikir bahwa kedua benda ini pasti milik seorang perempuan. Mungkin benda itu tertinggal karena ia lupa atau mungkin karena ia terburu-buru untuk pergi. Belum sempat aku selesai menyimpulkan mengenai kedua benda itu. Ada seorang perempuan yang baru saja tiba di depan warung. Ia berparas cantik, putih serta memiliki rambut panjang yang agak ikal. Dia memakai kaos hitam dan dibalut kemeja kotak-kotak berwarna merah diluarnya yang ia biarkan terbuka kancingnya hingga kebawah. Dia memiliki mata yang sayup. Namun, sangat tajam penglihatannya. Lalu ia langsung turun dari motornya yang berwarna sama dengan kemeja yang ia pakai. Tanpa sempat melepaskan helmnya dulu. Dia langsung menuju ke meja dimana aku duduk. Terbesit di pikiranku bahwa kedua benda yang ada di meja dimana aku makan tersebut adalah miliknya. Dan ternyata benar, dia lantas mengambil kedua benda tersebut. Namun, beberapa saat kita sempat bertatap muka, menyambung mata dan seolah dia meyakinkan aku bahwa kedua benda itu miliknya. Segera setelah dia mengambil kedua benda itu, dia langsung kembali ke motor, menghidupkan motornya, lalu pergi dan berlalu. 

Perempuan yang barusan datang untuk mengambil kembali benda yang tertinggal dan segera berlalu itu membuatku terbuai. Entah apa yang aku pikirkan hingga ia bisa membuatku bukan hanya sekedar kagum, namun juga membuatku bertanya-tanya siapakah dia, dimana ia tinggal dan apa yang membuatnya memiliki paras yang sangat cantik itu. Sejenak aku terdiam. Bahkan, aku tidak ingat bahwa didepanku ada makanan yang harusnya aku makan sejak tadi. Dengan tanpa menunggu aba-aba peluit para cacing di perut yang sebenarnya sudah sejak tadi malam terus menerus meronta-ronta serta berteriak " woylapar woy!! ," hingga suaranya terdengar oleh telinga salah satu pelanggan di samping meja yang aku tempati. Sejenak aku terdiam. Bahkan, aku tidak ingat bahwa didepanku ada makanan yang harusnya aku makan sejak tadi. Aku tidak merasakan lapar lagi, yang kurasakan saat ini adalah rasa keheranan soal perempuan tadi. Namun, aku harus segera makan mie ini, aku disini karena aku lapar dan aku harus makan. Tanpa berpikir panjang dan masih tetap memikirkan perempuan tadi. Aku langsung bergegas menghabiskan mie rendangku guna menenangkan para cacing yang sudah melakukan boikot dan berteriak sejak tadi. Setelah selesai aku menghabiskan mie rendangku, aku tak lupa untuk merokok. Dan masih dalam posisi yang belum berubah dan masih memikirkan perempuan tadi, aku teringat janjiku untuk membantu Ferry menemukan laptopnya. Lalu aku beranjak dari meja menuju kasir dan lalu membayar mie rendang yang telah aku makan. Tanpa berkata-kata, karena masih teringat jelas paras cantik perempuan yang belum aku tahu namanya itu. Aku lalu menuju ke motor, dan pergi kembali ke kos.

( Bersambung... )

Mengenal Filsuf Alam

Pola pikir para filsuf lah yang pertama kali mengenalkan bagaimana caranya berfilsafat dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan memahami hal-hal yang ada disekitar kita. Yunani sebagai tonggak penting dalam lahirnya Pola pikir berfilsafat, yaitu sekitar abad ke 7 SM. Dari situlah awal kemunculan semua pola pikir berfilsafat yang berkembang sampai sekarang. Namun dalam perkembangannya, filsafat pun terbagi menjadi dua. Pertama, Filsafat Alam dan yang kedua, Filsafat Klasik. Namun kali ini saya hanya akan membahas mengenai Filsafat Alam saja.

Pada awal kemunculan filsafat, di Yunani muncul para pemikir yang dijuluki Filsuf Alam. Mereka dijuluki demikian karena mereka lah yang pertama kali mengkaji dan menelusuri perihal asal muasal alam semesta ini. Mereka juga disebut sebagai orang-orang yang paling radikal, karena merekalah yang pertama kali berani melepaskan diri Kungkungan mitologi Yunani yang sangat di percaya oleh nenek moyang mereka. Mereka mencoba mencari dan menelusuri bagaimana alam semesta ini ada serta mencari hal-hal yang mendasar guna memudahkan untuk memahaminya.  Yang pertama adalah Thales (625-545 SM). Dia adalah orang yang pertama yang melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat. Dia juga adalah orang yang pertama menolak dan tidak mempercayai tentang mitologi Yunani serta orang yang pertama kali menanyakan perihal asal muasal dunia ini. Thales berpendapat bahwa Air adalah unsur pertama dan yang terpenting dalam proses pembentukan alam semesta ini. Dia berpendapat demikian karena air teramat penting dalam kehidupan dan semua makhluk hidup memerlukannya untuk tetap melangsungkan hidupnya. Hal tersebut yang mendasari kenapa Thales berpendapat demikian. Semua akan mati jika ketiadaan air dan ketiadaan Air akan menyebabkan banyak permasalahan. Air dapat menjadi uap atau gas, begitu juga dapat berubah menjadi padat seperti es. Sederhananya air dapat berubah menjadi apa saja. Itulah kenapa Thales berpendapat bahwa Air menjadi unsur penting dalam pembentukan alam semesta ini. Lalu filsuf alam yang kedua adalah Anaximander (610-547 SM). Anaximander berpendapat bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada dan hal itu bersifat tak terbatas. Hal ini menjadi Antitesis Anaximander untuk Thales, yang mengatakan bahwa Air dapat berubah menjadi apa saja. Namun Anaximander memulainya dengan pertanyaan " Bagaimana caranya air dapat berubah menjadi api? ". Jadi, Air masih memiliki batasan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Anaximander bahwa satu hal tersebut yang menjadi asal mula yang ada di alam semesta ini harus bersifat tak terbatas. Dia berpendapat bahwa hal tersebut adalah Apeiron. filsuf alam selanjutnya adalah Anaximenes (585-494 SM). Berbeda dengan filsuf-filsuf yang sebelumnya menyebutkan bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah air seperti yang dikemukakan oleh Thales maupun Anaximander yang berpendapat bahwa unsur pembentuk alam semesta ini adalah Apeiron. Anaximenes berpendapat bahwa udara lah menjadi unsur pembentuk alam semesta ini. Karena menurut Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi pemadatan dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah menjadi angin, air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah menjadi api. Ketiga filsuf diatas yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena mereka berasal dari daerah Miletus, salah satu nama kota di Yunani. 
Sekarang kita bertolak dari Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Di kepulauan tersebut terdapat beberapa Filsuf Alam tinggal disana. Filsuf alam yang pertama adalah Pythagoras (572-500 SM). Pythagoras adalah salah satu pemikir yang melanjutkan pemikiran para filsuf sebelumnya, yaitu The Milesians. Dia berpendapat berbeda dengan filsuf-filsuf yang berada di Miletus. Disini dia tidak berpendapat mengenai asal-usul alam semesta, melainkan ia berpendapat bahwa segala sesuatu hakikatnya adalah Angka. Dia beranggapan bahwa semua benda memiliki batasan masing-masing dan batasan tersebut adalah Angka. Filsuf Alam selanjutnya adalah Heraclitos (470 SM). Berbeda dengan Phytagoras yang tidak membahas mengenai asal-usul alam semesta. Disini Heraclitos kembali membahas mengenai arche. Heraclitos berpendapat bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah Api. Ini berhubungan dngan pendapat para filsuf sebelumnya , yaitu Anaximander dan Anaximenes. Dia berpendapat bahwa " Dunia harus ditafsirkan dalam prosesnya bukan dalam hal bentuknya". Dan api sebagai unsur dasar mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Dia menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari benda melainkan terdiri dari proses-proses yang menciptakan dan menghancurkan serta terjadi secara terus-menerus.  "Ada adalah ada dan tiada adalah tiada" . Kalimat tersebut adalah tesis yang dikemukakan oleh Permanides, seorang filsuf yang berasal dari Elia. Permanides adalah orang pertama yang memikirkan tentang hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada selama dia nyata, dan dapat dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang tidak ada. Karena itu, yang ada (nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi. Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides ini membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena gerak akan mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menuju tidak ada. Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru, sedang sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang tidak ada sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit dari rasionalisme. Filsuf selanjutnya adalah Demokratis (420 SM) yang berasal dari Abdera. Dia beranggapan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang tersusun dari sekumpulan Atom. Hal ini berangkat dari pernyataan bahwa segala yang misterius yang tampak pada realitas adalah atom. Atom adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan lagi dari hal yang paling kecil dan memiliki sifat yang tidak terbatas. Sehingga dengan anggapan tersebut, Demokritos dikenal sebagai Atomist. Demikian pengenalan para Filsuf Alam dan pemikirannya yang berbeda-beda. Namun memilih satu kesamaan yang sangat kentara, yaitu, mereka sama-sama memiliki daya pikir kritis dan menguraikan apa yang mereka paparkan secara analitis sesuai dengan zaman ketika mereka hidup. 

Antara jemari 6 dan jemari 5


Aku tenggelam dan hilang di balik sebuah pusara di ujung desa. 

Aku merasa jenuh bahkan muak mendengarkan cacian dan makian garis-garis tak jelas yang harus aku torehkan setiap akhir bulan di kelurahan.

Aku merasa kacau, ketika huma menolak keberadaan jiwa-jiwa yang aku kumpulkan dan kujaga didalam raga hingga hari pemulangan.

Bunyi-bunyi yang mengacaukan serta memekakkan telinga hinggap setiap saat ketika para Bigot yang lebih nyaman disebut RSA datang.

Mereka bilang " hei pelacur!! Kau tak pantas dianggap manusia!! Kau adalah hewan!! ".

Terasa sakit, tapi apalah kata hati yang tak mampu mengekspresikan dirinya melalui tindakan.

Hanya berpasrah pada waktu dan keberuntungan yang tak kunjung menjemput harapan.

Lima belas hingga tiga puluh orang berbaju mulia katanya. Namun sebenarnya amoral dalam tindakannya kembali memasuki ruang.

Dimana aku dijadikan sebuah permainan yang mereka anggap untuk menggugurkan kesenangan dan kenikmatan.

Ketika aku bertolak dari mereka, mereka akan menangkapku dipojokkan ruang dan memberikan ratusan kata-kata berkonotasi ancaman.

Ratusan orang berambut jarang telah menjamahku sejak pertama kali aku datang di tempat ini, tempat dimana semua bajingan berada.

Selepas kubebas dari cengkeraman-cengkraman itu. Aku lari sekencang-kencangnya. Namun akhirnya aku hanya tetap tinggal dalam jari-jemari mereka. 

Aku dan semua wanita yang pernah merasakannya merasa begitu hancur.

Bagaimana mereka bisa menganggap kami pelacur. Merekalah yang sepantasnya disebut pelacur!

Dengan bangga membawa suatu tanda hadiah dari atasan bernama Tamtama.

Mereka melacurkan dirinya pada negara. Namun sebenarnya hanya untuk membantu kudeta.

Kenapa aku dan semua wanita yang dianggap partisan malah yang kena imbasnya?

Teruntuk semua dosa yang kalian lakukan. Terpaksa merasa jumawa meski hati tak rela.

Minggu, 08 Oktober 2017

Paradoks Konspirasi Mayapada

Serupa pesan yang tak sampai dalam mandat yang terlanjur tertutup.

Lebih mengedepankan akal dengan membiarkan penalaran meredup.

Serupa Sisifus yang paham memaknai anti-iterasi pengulangan.

Yang menuntut agar akal dan nalar menjadi paradoks yang ditinggikan.

Dan bagaimana lupa merubah sejarah tentang Tesla pada skema inti.

Tentang harus menjadi makelar ekonomi pengaruh paling fundamental diatas bumi

Bangkitkan kesadaran....

Ibnu sina dengan proyeksi dalil langitan tentang firman dan makna kebenaran.

Al buruni dengan ilmu yang anti-stagnan dengan mengestetika pemahaman.

Maka repetisi pada kejenuhan para cendekia muda dan ide yang dianggap gila.

Tentang NASA dan sandiwara angkasa

Tentang pembelot dan proletar kuasa.

Tutup hati dengan ideologi anti-mitra.

Paradoks bahwa mayapada hanya 'flat' adanya.


Yogyakarta, 6 Agustus 2016

Dispartasi Komunal

Lahir dengan tubuh yg tak utuh.
Hidup dengan label pesuruh.
Dan mati dengan dibunuh.
Pada mereka yg menolak taat ataupun patuh.
Dengan serikat yg mengatasnamakan tuhan.
Yang selalu berkampanye dengan mengaitkan iman.
Dan untuk apa perumpamaan 'hewan' sebagai label yang pas untuk dikalungkan.
Mereka yang sempat mendominasi dihadapan kotak suara.
Mereka yang sempat membahagiakan kita dengan ketentraman serta persatuan.
Harus hilang oleh sekte 'sok benar' yg selalu berlalu lalang.
Dan menghilangkan 'mereka' yang berusaha agar merdeka.
Tirani tak kan pernah hidup di dalam jiwa 'mereka'

Terlatih oleh Dogma

Semua hal yang terlanjur dijejali dengan banyak paham.

Semua unsur yang menolak sadar tanpa mengedepankan pitam.

Tapi untuk apa mengatur propaganda sedemikian rupa.

Untuk mendikte bahwa otoriter adalah pemegang paten hak mayapada.

Kita sebut mereka Kreator pembalik antara bathil dan dusta.

Akal akan terasa usang.

Iman akan terasa terbuang.

Hati menjadi pekat serta menghitam

Janji terlalu jauh dengan bukti tuhan.

Tuhan tak pernah mengklaim ideologi kalian adalah tujuan.

Agama tak pernah merujuk bahwa pergerakan kalian adalah iman.

Selamatkan kami dengan membuat chaos

Dengan order membuat plat pemahaman saros.

Tutupi muka dengan Pergerakan kosmos

Terapi Lisan

Traktasi kepada pemberi janji berpagar konspirasi.

Yang lupa akan janji bahwa mereka yg kredibel dalam setiap lini.

Tapi tetap saja pialang masih menjadi momok para perantau sebagian negeri.

Bicu dengan uang.

Bicu dengan perempuan.

Bicu dengan lisan tanpa ucapan.

Mistifikasi yang dibuat agar terlihat menawan serta menakutkan para kalangan.

Kami bukanlah hewan yang tunduk pada ucapan.

Karena kalian hanya terapi lisan.

Karena kalian hanya hidup demi selangkangan.

Karena kalian hanya hidup bernafaskan uang.

Disorientasi yang terjadi pada mitra yang sempat tawarkan rangkulan.

Bukan demi bukti yg hanya terbang di jumantara.

Bukan demi nyali yg hilang tenggelam karena takut dengan 'raksasa'

Cukupkan praktek terapi lisan pada negara.


Yogyakarta, 6 Agustus 2016

Dinamika Doktrin Masa Kecil

Dan mereka yang lihai dalam mengatur plot

Mengganti undang-undang serupa bigot

Mengeja perbait dengan logat yang asing 

Memutar balikkan kebenaran dengan jargon

Pemancing.

Moral,kuasa dan stigma pada negeri ini.

Lihat dengan kelopak mata dengan tegap berdiri.

Bromocorah yang hadir di setiap lini kehidupan para rentenir.

Dan mereka yang bangga mengusung label partilkelir.

Semua tentang abolisi yg tak diundang.

Semua tentang penyetaraan dengan memaksa logika terbuang memasang plakat kafir.

Afimasi terdaftar pada leher tirani pembuat sejarah kelam mayapada bumi pertiwi.

Dan doktrin masa kecil yang harus terkenang meski zaman telah berganti.